Hari masih pagi, seisi
rumah sudah melakukan aktivitas rutin mereka. Bunda dan yanda menonton acara
televisi dan kemudian mereka tampak berbicara serius dengan seseorang
ditelephone, sepertinya om Ryan. Yanda tampak sangat marah melihat infotaiment
yang sedang menanyangkan kejadian kemaren dimana Pras sedang mencium dan
memeluk Requele mesra. Bunda sangat khawatir lalu mengetuk kamar Reina. Reina
hanya diam dikamarnya dan dia berusaha setenang mungkin karena semalam dia
telah sholat tahajud meminta kedamaian dari ALLAH agar mendampinginya
menghadapi masalah yang cukup berat ia rasakan. Tak lama terdengar suara mobil
berhenti di depan rumahnya, Reina menatap keluar dan ia melihat Nathan keluar
dari mobilnya. Reina segera mengambil buku-bukunya dan tasnya lalu keluar
kamar. Bunda di depan pintu menarik Reina kedalam pelukannya. “Kenapa bun? Aku
jalan ya, Nathan uda jemput”, kata Reina lalu mencium tangan bunda dan
yandanya. Keduanya hanya bisa diam memperhatikan anak kesayangan mereka
berlalu. Reina membuka pintu rumahnya dan pada saat yang sama Nathan telah
berada di depan pintu. Pipinya biru dan sudut bibirnya juga terluka, kelihatan
seperti orang yang habis berkelahi. “Kamu kenapa?”, tanya Reina khawatir. “Kamu
mau jalan? Ayo aku antar”, katanya lalu berbalik dan berjalan menuju mobilnya
tanpa menjawab pertanyaan Reina. Lalu keduanya meluncur menuju kampus mereka di
daerah Jakarta Selatan. Setelah lama terdiam akhirnya Nathan membuka
pembicaraan. “Aku telah menghajar tunanganmu. Puas hatiku melihat dia lebih
parah dariku”, ujarnya geram. Reina kaget mendengar pengakuan Nathan, “Kenapa
kamu lakukan? Karena Requele?”, tanyanya polos. “Karena kamu”, ujar Nathan
singkat. “Karena aku? Kenapa dengan aku? Aku engga apa kok, kan kamu pernah
bilang mereka itu teman dari kecil kan”, kata Reina naif. “Maksud kamu? Apa
kamu rela lihat tunangan kamu berciuman dengan wanita lain?”, tanya Nathan tak
percaya. Ada nada kemarahan disuaranya. “Aku telah memikirkannya semalam, dan
aku pikir yanda juga telah berbicara dengan om Ryan. Aku akan mengakhiri
pertunangan ini”, ujar Reina tegas. Nathan tak percaya pendengarannya, dan ia
melirik kepada Reina. “Aku akan mendampingi kamu menghadapi keluarga si
brengsek itu”, kata Nathan geram.
Sesampainya di kampus, Nathan mendampingi
Reina sampai ke depan kelas. Banyak yang melihat ke arah Nathan dengan
pandangan heran karena wajah tampan Nathan yang tampak sekali biru dipipinya.
Sampai di kelas, Andien memeluk Reina erat. “Yang sabar ya neng. Aku lihat tadi
pagi”, ujarnya. Lalu ia kaget melihat wajah Nathan yang ada di belakang Reina.
“Jaga dia untukku”, ujar Nathan kepada Andien. “Iya, tenang aja”, balas Andien.
Teman Reina yang lain tak ada yang tahu kalo Pras adalah tunangan Reina karena
Pras baru 2 kali menunjukkan wajahnya menjemput Reina di kampus sehingga Reina
cukup nyaman dengan keadaan itu sekarang, tidak ada pandangan kasihan
kepadanya. Hari itu Reina begitu tenang dan ia berusaha melupakan kejadian yang
amat menyakitkan itu. Dia berusaha seriang mungkin sehingga Andien sahabatnya
dapat sedikit bernafas lega untuk tidak mengkhawatirkannya lagi. Seusai kuliah,
Nathan telah menunggu Reina di depan kelasnya. “Mau kemana? Aku antar”,
ujarnya. Teman-teman Reina tampak berbisik-bisik dan tersenyum melihat Nathan.
“Aku mau jalan ya sama Andien boleh?”, ujar Reina dan ia melihat kearah Andien
memohon pengertiannya. Andien tahu bahwa sahabatnya itu ingin sendiri lalu ia
berkata, “Yuk kita jalan ke tempat biasa ya. Tenang aja Nathan, biar dia jalan
sama gw sekarang”. Lalu Andien dan Reina berjalan meninggalkan Nathan yang agak
kecewa dengan keputusan Reina. Andien mengantar Reina sampai diatas bis. “Engga
apa loe sendiri neng? Yakin engga mau ditemenin?”, tanyanya cemas. “Tenang aja
say, Insya Allah engga ada apa-apa. Gw langsung pulang kok”, katanya lagi. Lalu
Andien turun dari bis dan kembali masuk ke kampusnya karena ada 1 mata kuliah
lagi yang harus dia ikuti. Andien tidak sepintar Reina sehingga ia kadang harus
mengulang mata kuliah karena mendapatkan nilai tidak memuaskan, makanya jadwal
kuliah Andien lebih padat daripada Reina. Sepanjang jalan, Reina menatap keluar
jendela bis. Hatinya terasa kembali pilu ketika bayangan kejadian kemarin
kembali dibenaknya. Ia mengucapkan zikir sepanjang perjalanannya meminta
pertolongan ALLAH menenangkan bathinnya.
Sampai di rumah, Reina melihat didepan
rumahnya terparkir mobil om Ryan. Sepertinya mereka sedang berbicara di ruang
tamu. Reina masuk rumahnya lewat pintu samping sehingga ia tak perlu melewati
keluarga om Ryan yang sedang berbicang dengan yandanya di ruang tamu. Bunda
yang ada di dapur kembali memeluknya melihat kedatangannya. “Maafkan bunda dan
yanda ya nak”, katanya sedih. “Tenang aja bunda, aku engga apa kok”, kata
Reina. “Ada apa? Kenapa pada ke sini?”, tanyanya berbisik karena ia tak mau
keluarga om Ryan melihatnya. “Mereka membatalkan pertunangan kalian dan sangat
meminta maaf kepada kamu sayang. Mereka akan menikahkan Pras bulan depan dengan
wanita itu karena wanita itu hamil anak Pras”, ujar bunda menjelaskan. Kaget
Reina mendengarkan kabar itu. Tampak di ruang tamu terdengar kata-kata om Ryan
yang terbata-bata menyatakan penyesalan terdalamnya dan juga tante Sofie yang
menangis disamping suaminya. Mereka sepertinya menyerahkan sesuatu pada yanda
Reina. Yanda Reina berusaha menolaknya tapi mereka memohon yanda Reina
menerimanya agar mereka merasakan sedikit lega. Yanda Reina berusaha setenang
mungkin menghadapi mereka dengan mengatakan itu memang kesalahan om Ryan dan
kesalahan yanda Reina yang telah memaksakan kehendak mereka dan berakibat hal
ini. Yanda Reina merasa tidak ada yang perlu dimaafkan karena dia juga
merasakan kesalahan yang sama dengan keluarga Pras. Tapi om Ryan dan tante
Sofie tetap memaksa agar yanda Reina menerima pemberian mereka untuk
disampaikan kepada Reina sebagai permintaan maaf mereka yang teramat dalam.
Lalu Reina masuk ke ruang tamu menghidangkan minuman untuk tamu-tamu yandanya.
Tante Sofie lalu bangkit dan memeluk Reina erat sekali sambil menangis dan
meminta maaf kepada Reina. Reina hanya tersenyum kepada mereka berdua. Lalu Reina
membimbing tante Sofie kembali duduk disamping suaminya. “Tante, jangan
menangis. Mungkin ALLAH belum mengijinkan aku menjadi menantu tante, tapi tante tetap tante aku
karena tante telah tulus menerimaku. Mungkin ALLAH telah menyiapkan untukku
seseorang yang lebih baik lagi dan mungkin ALLAH memang menyiapkan Requele yang
terbaik untuk Pras. Jadi tante jangan menangis. Tante harus bahagia mendapatkan
menantu Requele dan apalagi sebentar lagi tante akan mempunyai cucu dari dia.
Jadi jangan khawatirkan aku ya, aku dikelilingi orang-orang yang sangat sayang
aku. Ada om dan tante, ada yanda bunda dan Aditya dan ada kawan-kawan aku yang
selalu ada untukku”, ujar Reina tenang sekali. Meledak lagi tangis tante Sofie
mendengar perkataan Reina. “Tante sayang kamu Reina. Kecantikan hati kamu
selalu terpancar dari wajah kamu. Ya, kamu tetap keponakan tante walaupun kamu
bukan menantu tante, tapi kamu telah ada dihati tante sebagai keluarga tante.
Kamu tetap keluarga tante, ingat itu. Maka dari itu, kamu harus menerima
pemberian tante ini. Rumah itu memang milik kamu dari pertama dan akan menjadi
milik kamu. Pras menyiapkannya hanya untuk kamu. Terserah kamu mau tinggalin
atau mau kamu jual, yang pasti rumah itu milik kamu”, ujar tante Sofie sambil
menyerahkan surat rumah yang pernah Reina kunjungi dengan Pras waktu itu. “Loh
nanti Pras gimana tante?”, tanya Reina lagi. “Mereka akan tinggal sementara di
rumah kami lalu akan berangkat ke Malaysia karena Pras ada pekerjaan disana.
Jadi kamu tidak akan melihat mereka untuk waktu yang lama sehingga mereka tidak
akan menyakitimu”, kata om Ryan menjelaskan. “Assalamualaikum”, sapa Nathan
yang telah sampai di depan pintu rumah Reina. “Waalaikum salam” balas seisi
rumah. Reina tersenyum melihat Nathan dan Nathan kemudian mencium tangan tante
Sofie dan om Ryan dan mencium
tangan yanda Reina. “Kamu ke sini?”, tanya tante Sofie heran. Nathan duduk
disamping tante Sofie. “Sekarang saya yang akan menjaga Reina tante. Saya yang
akan bertanggungjawab terhadapnya dan akan melindungi dia dari siapapun yang
berani menyakitinya”, ucap Nathan tegas. Tante Sofie dan om Ryan serta yanda
Reina kaget mendengar kata-kata Nathan yang tiba-tiba itu. Ketenangan pria itu
memang mengagumkan dengan kepercayaan dirinya yang tinggi, pantas saja banyak yang
kagum pada Nathan. Tante Sofie lalu memeluk Nathan erat, menangis dipelukan
keponakannya itu. “Kamu memang pantas untuk Reina, jadi kamu harus menjaganya
ya dengan baik”, ujar tante Sofie diantara tangisnya. Om Ryan sedikit lega
karena merasa keponakannya itu memang orang yang sangat bertanggungjawab dengan
segala perbuatan dan tindakannya yang amat berbeda dengan putranya sendiri.
“Kalau begitu, kita akan tetap menjadi besan ya Wahyu”, kata om Ryan kepada
yanda Reina. “Ya, biar mereka yang menentukan hidup mereka berdua ya”, ujar
yanda Reina setidaknya dia bahagia karena putrinya ternyata memang ada yang
melindungi. “Ya uda, aku tinggal ke dalam dulu ya tante dan om”, pamit Reina
pada tamu-tamunya. “Nathan, di dalam yuk, biar disini tante sama om berbicara
dengan yanda”, ajak Reina dan Nathan lalu mengikuti Reina masuk ke ruang
tengah. Disana ada Aditya yang sedang menghibur bunda yang sedang menangis
tanpa suara. Reina memeluk bundanya erat sambil berkata, “Bunda, jangan
menangis dong, aku bener-bener engga apa-apa kok. Aku uda ikhlas bunda. Aku uda
mengadukan semua semalam sama ALLAH makanya aku bisa diberikan ketenangan
seperti sekarang”. Nathan menghampiri bunda Reina dan berjongkok dihadapannya
sambil memegang tangannya. “Tante, Nathan akan selalu melindungi Reina, tante
engga usah khawatir ya. Tante harus percaya sama putri tante, dia bisa sekuat
ini menghadapi ujian seperti ini, makanya tante harus lebih kuat lagi agar bisa
membimbing kami berdua. Aku yang akan bertanggungjawab untuk Reina sekarang tante,
aku akan berusaha semampu aku untuk tidak akan pernah membuat Reina menangis
dan juga tidak akan membuat tante menyesal menyerahkan Reina kepadaku. Tante
yang sabar, istigfar ya”, ucap Nathan lembut sekali. Reina memeluk bundanya dan
tersenyum getir pada Nathan, dari matanya Nathan dapat melihat bahwa Reina
membutuhkan pertolongannya untuk keluar dari rumahnya. Nathan tahu Reina ingin
menangis tetapi ditahannya. “Tante, aku boleh bawa Reina keluar sebentar ya,
ada yang ingin kami bicarakan dulu”, pamit Nathan yang disambut anggukan bunda
Reina. Reina melepaskan pelukannya dan gantian Aditya yang memeluk bundanya.
Nathan mengikuti Reina yang keluar dari pintu samping rumahnya lalu menuju
keluar rumah dan masuk ke mobil Nathan. Saat mobil mulai melaju, pecahlah
tangis Reina. Ia menangis sesegukkan dan Nathan membiarkan gadis itu menangis.
“Menangislah Rei, menangislah sepuas hatimu lalu esok lupakan semua yang
menyakitimu. Kembalilah ceria”, bisiknya pelan. Nathan mengendarai mobilnya
tanpa tujuan, berputar-putar sekeliling jalanan Jakarta membiarkan Reina yang
duduk disampingnya menangis sejadi-jadinya melepaskan segala kesedihan dalam
hatinya.
0 komentar:
Posting Komentar