Selasa, 14 Mei 2013

Cinta Untuk Reina - Part 3



Hari sudah memasuki Rabu, Reina punya 2 mata kuliah yang harus dia ikuti. Setelah mata kuliah pertama, dia harus menunggu 1 jam pelajaran untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya. Saat dia sedang menunggu di perpustakaan seperti yang biasa dilakukannya, seseorang tiba-tiba duduk di sebelahnya dan menyapanya lembut. “Hai, sedang nunggu kuliah kedua ya?”, sapa Nathan. “Hei, iya nih. Kamu?”, tanya Reina. “Aku lagi mencari bahan untuk ringkasan test nanti”, ujar Nathan. “Uda makan?”, tanya Nathan lagi. “Belum, mau makan malas, engga ada yg nemenin, soalnya Andien baru datang nanti setengah jam lagi”, ujarnya. “Andien temen kamu yang marah lewat BB kamu kemarin ya”, tanya Nathan menebak. “Hahaha, ketebak ya”, ujar Reina riang. “Makan bareng aku aja yuk, makan somay dikantin depan”, ajak Nathan yang kemudian bangkit dari kursinya dan menarik tangan Reina untuk ikut. Reina akhirnya mengikuti Nathan menuju kantin depan. Di kantin mereka mereka memesan 2 porsi somay. Ketika sedang asyik menyantap makanan mereka, HP Reina berbunyi. “Neng, gw dikantin ni, di warung bu Ijah. Loe kesini aja ya”, ujar Reina singkat lalu menutup telpnya. Tak lama datang sosok teman Reina dengan muka tak percaya menghampiri Reina yang sedang duduk berdampingan dengan Nathan. “Kok makan duluan”, ujar Andien berusaha untuk setenang mungkin. “Andien, kenalin ni. Ini Nathan”, ujar Reina memperkenalkan keduanya yang kemudian saling berjabat tangan. Tampak sekali Andien menjadi salah tingkah karena yang ada dihadapannya adalah seseorang yang menjadi idolanya. Andien grogi makan di depan Nathan sehingga membuat Nathan dan Reina saling pandang dan tersenyum. BB Reina berbunyi, ada pesan masuk dari Pras. “Kamu dimana? Pulang jam berapa? Aku jemput ya”, tulis Pras dipesannya. Nathan yang duduk disamping Reina tampak mengintip. “Dari Pras ya? Baru juga ketemu kemaren, uda kangen aja tu anak”, ledek Nathan. “Ih ngintip aja ni. Bolehnya syirik ye”, balas Reina akrab sekali membuat Andien di depannya memasang muka sewot. “Aku di kampus lagi makan sama Nathan. Jangan dijemput, aku masih banyak kuliah hari ini dan juga banyak kegiatan, engga tau pulang jam berapa”, tulis Reina sedikit berbohong. Pras lalu membalas, “Makan dengan Nathan lagi? Pokoknya aku jemput hari ini. Jam 2 aku akan ada diparkiran mobil yang kemaren. Awas aja kalo engga ada”. “Jiah dia ngancem”, ujar Reina keki. “Biasa tu anak kalo keinginannya engga terpenuhi juga bakalan ngancem”, ujar Nathan. Andien yang tidak mengerti pembicaraan keduanya hanya melongo saja. “Andien, gw lupa bilang. Pras itu sepupu Nathan, jadi mau engga mau loe pasti akan kenalan and ketemu lagi sama dia”, jelas Reina. “Loh emang kenapa?”, tanya Nathan bingung. “ Andien ini uda pernah ketemu Pras dan sudah pernah dibuat engga nyaman oleh Pras”, jelas Reina. “Kok bisa?”, tanya Nathan menatap Andien. Yang ditatap jadi makin salting. “Engga usa dibahas, uda mau gw lupain. Iya, mau engga mau emang harus kenal dia apalagi dia tunangan loe. Kasian amat si hidup loe ya. Eh, maaf ya Nat”, ujar Andien. “Aduh Andien, justru gw yang mau lupain kalo dia tunangan gw”, ucap Reina. “Ya kalo engga mau tunangan sama Pras, sama sepupunya aja tunangannya”, goda Nathan cuek. “Sama kamu? Apalagi engga mau akh, bisa bonyok aku dilempar botol saos ni sama yang di depan aku”, ledek Reina sambil melirik ke Andien. “ Eh kok bawa-bawa aku”, ujar Andien dengan rona pipi memerah. “Ayo akh cepetan, uda mau masuk ni”, ujar Reina setelah melihat jam tangannya. Nathan bangun dan segera membayar makanan mereka bertiga. “Uda, jalan gih, ntar telat lagi”, ujarnya pada Reina dan Andien. “Wah tau mau dibayarin tadi pesen banyakan. Makasih ya sepupu yang baik”, goda Reina lalu buru-buru menarik tangan Andien yang kelihatan masih ingin bersama Nathan. Nathan tersenyum melihat kepergian keduanya. “Andai loe tau hati gw Rei”, ujarnya pelan sekali.

Jam tangan Reina menunjukkan pukul 14.05 dan gadis itu tampak menarik tangan sahabatnya Andien untuk menemani menuju tempat parkir mobil di depan Fakultas Kedokteran. “Ngapain si”, ujar Andien tidak mengerti. “Anterin gw sebentar. Gw males sendirian”, ujar Reina yang makin tidak dimengerti Andien. Matanya mencari-cari dan ia segera menemukan yang dicarinya, mobil Pras. Tak lama terdengar bunyi HP Reina. “Iya, uda liat”, ujarnya mengangkat telpnya. Lalu dia berjalan menuju mobil Pras diikuti oleh Andien yang terpaksa karena tangannya ditarik terus oleh Reina. Pras keluar dari mobilnya tampak ia memakai jas lengkap dengan dasinya, benar-benar seperti seorang executive muda. “Hey Rei, lama amat”, ujarnya lembut pada Reina. Andien dalam hati mengagumi ketampanan pemuda dihadapannya. “Tumben bisa lembut ni orang”, ucapnya pelan. “Pras kenalin ni sahabat baik aku, Andien. Dan Andien ini Pras”, ujar Reina mengenalkan keduanya. Keduanya saling berjabat tangan. “Eh, yang waktu itu di bis ya? Maaf ya kalo waktu itu bikin kamu kesal”, ucap Pras bersahabat.  “Engga apa, loe bener kok waktu itu”, balas Andien agak sedikit berbohong. “Mau kemana kalian? Aku antar, soalnya meeting aku dah selesai hari ini”, ujar Pras pada keduanya. “Aku mau pulang aja. Aku duluan ya Rei”, ujar Andien berusaha untuk kabur. “Andien, loe mau lewat Blok M khan? Bareng aja”, ujar Reina menahan Andien. “Bareng aja yuk, sekalian aku menebus kesalahan waktu itu”, ujar Pras tersenyum. Andien terkesima melihat senyum Pras. Dia diam saja saat Reina mendorongnya masuk ke mobil Pras. Kemudian mobil Pras meluncur menuju ke arah Blok M. “Lihat di situ. Aku mau minta pendapatmu”, tunjuk Pras ke arah Map coklat yang ada diatas dashboard mobilnya. Reina mengambilnya dan membacanya, itu merupakan kontrak kerja sebagai model iklan suatu product ternama. “Kamu mau jadi bintang iklan?”, tanya Reina. “Aku engga tau, makanya aku mau tanya kamu dulu, karena kamu orang yang paling penting dalam hidupku sekarang. Bila kamu bolehin, aku maju”, ujar Pras. Reina kaget mendengarnya begitu juga Andien yg duduk dibelakang Reina. “Widih ni orang romantis juga”, ujar Andien dalam hati. “Loh kok nanya aku? Kamu tuh harus menentukan hidup kamu sendiri, mana yang terbaik untuk kamu, kamu yang menentukan. Engga ada yang bisa membahagiakan kamu selain diri kamu sendiri”, ujar Reina tegas. Andien salut dengan kata-kata Reina. “Aku ingin dengar pendapat kamu”, kata Pras lagi. “Ya, kalo menurut aku, selama kamu merasa bahagia dengan pekerjaan ini, maju aja. Kamu punya modal, sekarang aja kamu keren banget”, kata Reina walaupun kata-kata terakhirnya pelan sekali dia ucapkan. “Apa”, ujar Pras pura-pura tak mendengar. Andien di belakang tersenyum sendiri melihat tingkah sahabatnya yang mulai tersipu malu. “ Engga, tuh uda sampai. Aku juga turun ya, mau beli buku di toko buku dulu”, ujarnya mengalihkan pembicaraan. “Ya uda, kamu tunggu di dalam, aku parkir mobil dulu ya sayang”, ujar Pras lagi yang membuat kaget Andien dan Reina. Keduanya turun dan saling memandang tersenyum. Mobil Pras berlalu menuju ke tempat parkir mobil. “Reina, gw balik ya. Aduh ngiri gw sama loe, gw engga mau jadi nyamuk akh”, ujar Andien lalu buru-buru kabur menuju tangga penyebrangan. Dia berlari sambil melambaikan tangannya. Reina hanya tersenyum melihat tingkah temannya dan kemudian dia masuk ke Plaza Blok M menuju toko buku. Setelah sampai dia mencari bacaan di tempat novel. Setelah lama mencari-cari novel yang ingin dibacanya, Reina merasakan kedua kakinya mulai letih, lalu ia melihat jam tangannya. Ternyata dia sudah setengah jam berada di toko buku itu dan dia lalu mencari-cari ke sekelilingnya dan dia baru menyadari kalau Pras belum datang dari tadi. Lalu dia menelphone Pras dengan maksud menanyakan keberadaannya namun telphonenya di reject oleh Pras. “Loh kok di reject?”, omel Reina. Tak lama ada massage masuk ke BBM Reina. “Maaf aku engga bisa temanin kamu. Aku ada di apartement soalnya Requele lagi sedih banget dan tadi diparkiran dia menelphone aku sambil menangis. Dia kawan baikku sejak kecil, aku mohon kamu mengerti”, isi pesan Pras. Reina merasakan dadanya hampir meledak melihat tulisan Pras. Dia tidak membalas pesan Pras dan kemudian dia berjalan keluar dari toko buku. Dia berusaha keras menahan tangisnya dan Reina memang gadis yang tegar sehingga tak akan mudah air mata keluar dari matanya. Reina berusaha menenangkan hatinya dengan melihat-lihat ke toko pakaian. Dia punya cara unik untuk menenangkan hatinya dengan belanja baju. Tiba-tiba ada yang memanggil namanya. “Reina”, panggil Nathan, cowo itu berdiri tak jauh dari Reina. Tampak dia bersama kawan-kawannya. “Sama siapa?”, tanyanya setelah dia dekat dengan Reina. “Sendiri. Kamu mau kemana?”, balik tanya Reina. “Aku sama teman-teman ni. Ikut aja sama kita yuk, kita-kita mau nonton film diatas”, ajak Nathan lalu menarik tangan Reina melangkah menghampiri teman-temannya. “Guys, kenalin ni Reina, anak fakultas ekonomi, lagi engga ada yang nemenin”, ujar Nathan kepada teman-temannya. “Hai Rei, akhirnya ketemu loe juga”, ujar salah satu teman Nathan yang bernama Icha. “Hai, sorry ya kalo gw ganggu”, ujar Reina berbasa basi. “Engga kok, loe engga ganggu. Malah pas nih jadi 4 pasang, soalnya kasian Nathan kalo sama kita pasti jadi nyamuk terus”, timpal Andri pacar dari Icha. “Iya, ni mereka pada pacaran semua. Andri ini pacar Icha, Rico pacar Wina dan Wandi ini pacar Linda, makanya aku kalo bareng mereka sama aja aku nyamuk”, jelas Nathan. Tak lama mereka sampai di Bioskop. Nathan membelikan 8 karcis masuk dan masing-masing teman Nathan mengambil karcis mereka. “Thanks ya Nat, loe sering aja ulang tahunnya jadi kita bisa ditraktir terus, hehehe”, ujar Wandi teman Nathan yang lain. “Loh kamu ulang tahun? Wah happy birthday ya”, ujar Reina sambil menyalami tangan Nathan. Nathan menarik tangan Reina dan memeluk gadis itu. “Gini dong ngucapin selamat ultahnya sama calon sodara”, kata Nathan yang kemudian melepaskan Reina. Teman-teman Nathan bingung dengan kata-kata Nathan. Reina tersipu malu karena dia dipeluk di depan teman-teman Nathan. “Uda, gw becanda”, ujar Nathan sama teman-temannya yang diikuti dengan derai tawa dan ejekan mereka. Akhirnya mereka semua masuk untuk menonton film. Reina duduk dibangku paling pojok dan disebelahnya duduk Nathan. Pada film yang ditonton ada adegan yang lumayan sedih dan Reina memanfaatkan hal itu untuk menumpahkan segala emosi yang ditahannya tadi. Nathan sempat heran melihat derasnya air mata Reina dan ia menggengam tangan Reina erat sekali. “Kenapa?”, bisiknya cemas. “Engga, filmnya sedih”, ujar Reina berbohong. Diakhir film Reina sudah merasakan hatinya tenang kembali dan Nathan tetap menggenggam tangannya hangat. Reina membiarkan tangannya digenggam Nathan karena tangan Nathan benar-benar memberikan kedamaian buat Reina. Saat lampu bioskop dinyalakan, Nathan baru melepaskan genggamannya. “Mau makan dimana?”, tanya Nathan kepada teman-temannya di jalan keluar dari bioskop. “Enaknya di tempat biasa aja yuk”, ujar teman Nathan. “ Ya udah. Ayo”, ujar Nathan kemudian menggandeng Reina menuju tempat parkiran mobil. Teman-teman Nathan saling berbisik melihat Nathan menggandeng Reina dan mereka tersenyum senang melihatnya. Akhirnya mereka sampai ditempat parkir mobil dan mereka memakai mobil Nathan yang muat untuk mereka semua walaupun duduk berdesakkan. Reina duduk di depan sementara teman-teman Nathan yang lain duduk dibelakang. Naik mobil ini mengingatkan Reina waktu jalan bersama Pras, Nathan dan Requele minggu lalu ke pantai, dan Pras duduk ditempat Reina duduk sekarang. “Kenapa?”, tanya Nathan melihat raut muka Reina yang sedih. “Engga. Mau kemana?”, tanya Reina. “ Mau makan di warung pinggir jalan di blok A. Enak kok makanannya dan bersih”, kata Nathan dan disambut ucapan setuju dari teman-temannya. “Engga nyesel deh kalo dah coba”, ujar Rico. Setelah mereka sampai, kemudian mereka segera memesan menu yang menjadi favorit mereka. Reina cepat dapat beradaptasi dengan teman-teman Nathan sehingga membuat mereka semakin akrab. Tiba waktunya kembali, Nathan mengantar teman-temannya ke terminal Blok M dan mereka semua melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bis menuju rumah masing-masing. Kemudian Nathan mengantarkan Reina hingga sampai di depan rumahnya. Dia masuk sebentar ke rumah Reina dan berbasa-basi dengan keluarga Reina dan kemudian pamit pulang. Reina mengantarnya dengan senyum manisnya. Setelah masuk ke dalam kamarnya, bunda menghampiri Reina. “Kok kamu bisa sama sepupunya Pras. Nak Prasnya kemana?”, tanya bunda menyelidik. Sebenarnya bunda dulu agak menentang keputusan yanda menjodohkan Reina tetapi bunda menyerahkan semua keputusan pada Reina. “Pras lagi ada perlu, tadi engga sengaja ketemu Nathan di Blok M, dia ultah hari ini dan makanya tadi ditraktir”, ujar Reina menjelaskan. “Oh, ya sudah. Istirahat ya. Uda makan?” ujar bunda yang kemudian meninggalkan Reina setelah melihat anggukan kepala Reina. Reina menutup pintunya dan kemudian setelah membersihkan dirinya dengan mandi, dia terlelap tidur.

0 komentar:

Posting Komentar