“ Reeeeinaaaa, woi wait for me”,
teriak Andien memanggil gadis manis yg sedang berjalan dengan santainya masuk
pintu gerbang kampus. Gadis itu berhenti dan berbalik menunggu. “Kuliah apa
loe?” , tanya Andien sedikit ngos-ngosan. “ Pemasaran. Loe?”, balik Reina
bertanya sambil berjalan menyusuri jalan kampus menuju ruang kuliahnya. “Gw ada
akuntansi”, jawab Andien. “Ih, amit-amit deh, tadi gw di bis ketemu cowo nyebelin
banget deh. Ganteng si cuma jutex abis. Makanya tadi gw turun di pasar engga di
depan kampus sini. Cape deh gw sekarang abis jalan”, cerocos Andien. “Loh emang
kenapa?”, tanya Reina. Ia menghentikan langkahnya. “Itu, tadi di Fatmawati gw
naik bis 619, pas naik engga ada bangku kosong. Nah engga lama ada seorang ibu
naik dengan anaknya, trus ni cowo bangun. Gw kira dia mau turun, makanya gw
serobot mau duduk. Tapi tu cowo kaya ngalangin gw mau duduk. Dia bilang, mba
kamu khan masih kuat diri sedangkan ibu dengan anak kecil itu kasian kerepotan,
jadi saya bangun biar mereka bisa duduk di sini. Rese banget kan tuh cowo”,
omel Andien. “Trus loe engga bilang kalo loe lagi hamil muda makanya loe juga
engga kuat diri?”, tanya Reina. “Rese loe. Engga akh. Segitu aja gw uda malu banget
sampe gw turun di pasar deh”, makin kesal Andien. Tiba-tiba matanya menangkap
sesosok cowo yg tadi ditemuinya di bis. “Sial, dia anak sini juga? Fakultas
apa? Semoga bukan kakak kelas gw”, omel Andien makin jadi. “Siapa?”, tanya
Reina tak mengerti. “Tuh dia cowo nya”, tunjuk Andien ke arah cowo yg sedang
duduk dibangku taman dengan kuping memakai earphone dan buku ditangannya. Reina
mengikuti arah yg ditunjuk Andien dan dia mengenali sosok cowo itu. “Hmmm, pantes
aja. Dia ya emang gitu”, ujar Reina. “Loe kenal?”, tanya Andien menatap Reina.
“Kenal dengan sangat baik. Dia tunangan gw yg dijodohkan Yanda. Dia anak
sahabat Yanda dan mereka dulu pernah berjanji utk menjodohkan anak-anak mereka.
Namanya Prasetya Pratama panggilannya Pras. Emang jutex tu org”, kata Reina.
“Loe mau kenalan?”, tanya Reina lagi. “Ama dia?? Engga deh. Sorry ya. Lain kale
aja, karena gw uda enek liat dia hari ini. Tabahkan hatimu ya, gw masuk dulu
akh”, ujar Andien sambil berjalan meninggalkan Reina. Dengan langkah gontai
Reina melangkah menuju cowo yg masih asyik dengan bukunya. Dia berdiri tepat
dihadapan cowo yg dipanggil Pras itu. Pras mengangkat mukanya lalu agak
menggeser duduknya. Tangannya ditepukkan dibangku sampingnya menandakan ia
meminta Reina duduk. Reina menarik salah satu kabel earphone Pras. “Ngapain
kamu di sini?”, tanya Reina. Pras menarik kabel itu dari tangan Reina dengan
muka kesal. “Loh emang kenapa? Harus lapor kamu? Emang kampus ini punya kamu?”,
tanyanya jutex. “Tumben tuan besar mau datang ke kampus orang naik bis segala.
Kemana boil bokap loe? Engga kerja?”, tanya Reina kesal. “Kamu segaja ya mau
mata-matain aku?”, tanyanya lagi. “Eh, jangan GR kale. Hari ini aku off. Aku ke
sini lagi ada perlu sama temanku yg kebeneran kuliah di sini. Lagian kenapa
kamu tau aku ke sini naik bis?. Mgk kamu kale yg memata-matai aku ya?”, tanya
Pras tersenyum misterius. “Senyum itu lagi”, batin Reina. “Hei”, kaget Pras yg
membuat Reina kelabakan. Lalu Reina duduk di samping Pras. Matanya tak sengaja
menatap tangan kiri Pras yg memakai cincin dijari manisnya, cincin yang sama
yang dipakai Reina. Ya, cincin pertunangan mereka berdua. Pertunangan karena
perjodohan. “Tumben tu cincin dipakai”, sindir Reina mengalihkan pembicaraan.
Pras melirik ke jarinya dan ia pun melirik ke jari Reina. “Sama. Kamu juga
tumben pakai”, katanya pendek. Tiba-tiba seorang cowo menghampiri mereka
berdua. Cowo itu amat dikenal Reina karena cowo itu salah satu idola di kampus.
Cowo berlesung pipit itu bernama Nathan. “Hai Pras. Uda lama nunggu? Aduh baru
gitu aja uda langsung ada yang nemenin”, goda Nathan. Reina bangkit dari duduknya
dan akan melangkah pergi. Namun tangan Pras menangkap tangannya dan menahan
langkahnya. “Belum kok. Eh, loe uda kenal sama dia?”, tanya Pras sama Nathan
sambil bangkit dari duduknya dan tetap menggenggam tangan Reina erat. “Kamu
Reina khan ya?”, tanya Nathan tersenyum manis. “Kayanya kuliah kamu hari ini
libur loh soalnya bu Lea yg ngajar pemasaran lagi ada seminar di Bandung. Tadi
gw abis dari ruang dosen soalnya”, kata Nathan kepada Reina. “Beneran ni?
Asyik, jadi gw bisa kabur lagi akh, abis kuliah gw cuma dia doang hari ini”,
seru Reina girang. Pras makin mempererat pegangannya. “Siapa bilang kamu bebas
hari ini? Engga bisa. Kamu harus nemenin aku hari ini”, kata Pras sambil senyum
misterius. Nathan dan Reina menatap Pras. Reina berusaha melepaskan pegangan
tangan Pras. “Ih, lepasin akh. Sakit tau. Siapa juga yg mau nemenin kamu”, kata
Reina keki. “Loh kalian uda saling kenal ya?”, tanya Nathan heran. Pras
memperlihatkan tangan kirinya yg memakai cincin dan meraih tangan kiri Reina
yang juga memakai cincin yang sama. “Ini tunangan gw”, ujarnya singkat. Nathan
terlihat amat terkejut tapi dia berusaha menutupinya. Dia menatap Reina.
“Terpaksa”, jawab Reina singkat. “Oke, yuk kita jadi jalan sekarang? Mobil loe ada
di sana”, tunjuk Nathan ke arah sebuah mobil sedan yang terparkir di depan
fakultas kedokteran. Nathan menyerahkan kunci mobil ke Pras dan Pras
membereskan barang bawaannya kemudian berjalan menuju mobilnya. Dia berhenti
dan menatap Reina yang masih berdiri mematung di tempatnya. “Ayo sayang”,
ujarnya lembut. Kaget setengah mati Reina mendengar ucapan Pras. Tiba-tiba
terdengar bunyi telp genggam Nathan. Dia lalu mengangkatnya dan tampak
berbicara dengan seseorang. “Pras, sorry berat ni. Kayanya gw engga bisa
nemenin loe soalnya ada kawan gw masuk RS”, ujarnya. “Ya uda, engga apa. Gw
bisa ditemanin Reina”, kata Pras singkat. “Gw antar deh loe ke RS. Dimana?”,
tanya Pras. “Ngga usah, gw pergi sama temen-temen gw. Tuh mereka di sana
nunggu”, ujar Nathan menunjuk segerombolan cowo-cewe yang sedang menatap
mereka. “Gw tinggal ya”, ujarnya tersenyum pada Reina dan kemudian berjalan
menuju gerombolan itu. Tangan Reina ditarik Pras mengikuti langkahnya menuju
mobil Pras.
Tak lama kemudian keduanya
meluncur keluar dari area kampus. Setelah beberapa lama saling diam, Pras
memulai pembicaraan. “Kamu suka Nathan?”. “Nathan? Engga, aku baru juga kenal”,
ucap Reina dengan nada sinis, padahal dalam hatinya dia kaget setengah mati. “Apa
maksudnya ni org ngomong gitu?”, batin Reina. “Nathan sudah jadi Idola sejak
kecil makanya engga heran kalo banyak perempuan suka dia. Aku sempat lihat foto
kamu di Tab nya Nathan. Dia tidak tau kalo aku lihat foto kamu, karena aku
engga sengaja melihat Tab nya yg
ketinggalan di mobilku. Dia sering pakai mobil ini karena dia bilang
mobil ini enak dipakainya. Dia sepupuku dan sahabat baikku”, jelas Pras yang
seakan tau pikiran Reina. “Kenapa dia engga datang waktu kita tunangan?”, tanya
Reina. “ Kan kita tunangan juga dadakan di Rumah Sakit waktu papa di rawat. Aku
si sampai sekarang masih yakin kalo papa waktu itu cuma akal-akalan aja kena
serangan jantungnya biar kita setuju atas perjodohan ini”, ujar Pras serius.
“Loh kalo kamu yakin kenapa kamu mau ditunangkan sama aku?”, tanya Reina keki.
“Hmm aku takut aja kalo emang bener-bener papa kena serangan jantung lagi kalo
aku nolak apalagi saat itu uda banyak keluarga kita yang kumpul dan aku lihat
kamu juga engga ngomong apa-apa. Ya aku pikir oke lah, aku akan jalanin dulu
dan kurasa kamu enak diajak kerjasamanya. Itu si penilaian aku waktu pertama
kali ngobrol sama kamu”, ujar Pras. “Kalo aku nilai kamu tu super jutex karena
kayanya kamu engga nyaman ngobrol sama aku. Aku juga sebenernya mau nolak waktu
itu cuma Yanda menyuruhku untuk mencoba dulu demi om Ryan, apalagi aku juga engga
tega liat om Ryan berbaring tak berdaya gitu. Kalo tau besoknya dia langsung
seger buger mah aku pasti dah tolak kamu”, ujar Reina santai. Dia melirik ke
arah Pras yang sempat melihat ke arahnya dengan senyum kemenangan. Pras
mengacak-ngacak rambut Reina lembut dengan tangannya. “Hei lihat ke depan dong
kalo nyopir, masalahnya kamu lagi bawa aku juga”, ujar Reina keki sambil
membereskan rambutnya. Pras tertawa kecil. Tak lama mobil memasuki rumah yang
dijadikan panti asuhan. “Kenapa ke sini?”, tanya Reina heran. “Aku mau menemui
seseorang dulu. Nanti aku kenalkan. Tapi jangan bilang sama dia dulu ya kalo
kita tunangan”, pinta Pras memohon sambil melepaskan cincinnya dan dimasukkan
ke kantong celananya. Pras keluar mobil dan diikuti oleh Reina. Di pintu masuk
panti keluar gadis cantik dengan rambut sebahu menyambut Pras. Setelah memeluk
Pras, dia melihat ke arah Reina dan matanya kembali seperti mencari-cari orang.
“Nathan engga bisa ikut. Temannya ada yang masuk Rumah Sakit, dadakan. Emang
dia engga telp kamu?”, jelas Pras seakan tau pandangan gadis itu. Gadis itu
menggeleng lalu dia melihat ke arah Reina. “Ini Reina, temanku dan Nathan, dia
juga anaknya kawan lama papa”, jelas Pras lagi. “Hai aku Requele”, gadis itu
menyodorkan tangannya kepada Reina. “Reina”, sambut Reina tersenyum. “Mari
duduk, sorry ya tempatnya sangat sederhana”, ujar Requele mengajak tangan Reina
untuk duduk di sofa di teras rumah panti itu. Tak lama seorang ibu datang
dengan 3 gelas teh hangat. Requele bangkit dan mengambil gelas-gelas diatas
nampannya dan menaruhnya di atas meja. “Ini Reina, bu. Dan Reina ini Ibu Maya
pemilik panti ini”, ujar Requele mengenalkan. Ibu Maya menyodorkan tangannya
dan disambut hangat Reina dengan senyum manisnya. Pras selalu menatap Reina dan
dia salah tingkah waktu tau Requele melirik kepadanya. “Mari diminum nak, maaf
hanya ada air saja”, kata ibu Maya ramah. “Ibu tinggal dulu ya soalnya masih
ada yang harus dikerjakan dibelakang”, ujar ibu Maya pamit dan kemudian
melangkah masuk. “Kenapa si ribet ini ke sini si? Siapa cewe ini? Kenapa aku
engga boleh kasih tau aku tunangan Pras?”, batin Reina sambil duduk diatas
sofa. “Eh, aku bawa barang yang kemaren aku bilang, sebenernya Nathan yang
tolong aku belikan tadi”, kata Pras sambil berjalan menuju bagasi mobilnya dan
mengeluarkan banyak sekali bungkusan dari dalam bagasi mobil. Sepertinya
pakaian dan tas sekolah anak-anak. Requele membantu Pras membawa barang-barang
itu sementara Reina hanya mematung di tempat duduknya. Dia hanya melihat saja
sementara Pras dan Requele meninggalkannya sendiri duduk di sofa depan. Kemudian
ada gadis kecil yang manis menghampiri Reina. “Kakak siapa? Kakak cantik
sekali”, katanya polos. Reina tersenyum pada gadis kecil itu. “Aku Reina,
temannya kak Pras. Kamu siapa?”, tanya Reina ramah. “Aku Wendy kak. Aku anak
panti ini”, ujarnya ramah. Lalu Wendy duduk di sofa samping Reina. Reina
mengeluarkan beberapa batang permen lolypop dari tasnya. Cadangan permennya
selalu ada di dalam tasnya. “Buat aku?”, tanya Wendy polos. “Iya, tapi jangan
dimakan sendiri ya, nanti sakit gigi. Bagikan
dengan teman lain”, ujar Reina ramah. Wendy sangat senang menerima
permen-permen itu dari Reina lalu dia berlari masuk ke dalam dan kemudian
terdengar kegaduhan. Tapi tak lama kembali sunyi lagi. Pras sudah ada di depan
pintu dan sedang menatap Reina dengan senyumnya. “Kayanya permen itu akan
selalu ada ya ditas kamu”, katanya sambil kemudian duduk di samping Reina.
“Makasih ya sayang”, ujarnya lembut. Reina mencibir. “Sayang?? Aduh kayanya mau
ujan gledek ni”, sindirnya. Pras kembali tertawa kecil dan mengacak rambut
Reina lagi dengan lembut. Requele ternyata sudah ada dipintu dan memandang
heran ke mereka. Pras lalu salah tingkah. Gadis itu tampak sudah rapi untuk
pergi, terlihat dia sudah mengganti pakaiannya dan sudah sedikit memoleskan
make up dimukanya. Tas dan sepatunya pun sudah ia gunakan sambil tangannya memegang
kunci mobil. Mobil yang terparkir disamping mobil Pras. “Aku duluan ya, mau
jemput Nathan di Rumah Sakit, tadi dia telp minta di jemput kamu tapi mending
aku aja ya yang jemput”, kata Requela pada Pras. Pras mengangguk. “Ya uda, kamu
yang jemput lagian aku juga harus anter nyonya ini dulu pulang”, tunjuknya ke
arah Reina. “Nyonya?”, cibir Reina. “Aku duluan ya”, pamit Requele lalu masuk
ke dalam mobilnya. Setelah mobil Requele menghilang, Pras tampak masuk ke rumah
dan berpamitan dengan ibu Maya. Lalu dia kembali menghampiri Reina yang masih
duduk ditempatnya. “Yuk pulang. Kamu mau kemana? Aku antar”, ujarnya lembut.
“Aku mau pulang aja deh. Perlu pamit engga?”, tanya Reina. “Engga usah, tadi
aku dah pamitin sekalian”, ajak Pras lalu menggandeng tangan Reina dan
mengajaknya masuk ke mobilnya. Tak lama mobil itu kembali meluncur menuju rumah
Reina.
0 komentar:
Posting Komentar