
Hari sudah memasuki Rabu, Reina punya
2 mata kuliah yang harus dia ikuti. Setelah mata kuliah pertama, dia harus
menunggu 1 jam pelajaran untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya. Saat dia
sedang menunggu di perpustakaan seperti yang biasa dilakukannya, seseorang
tiba-tiba duduk di sebelahnya dan menyapanya lembut. “Hai, sedang nunggu kuliah
kedua ya?”, sapa Nathan. “Hei, iya nih. Kamu?”, tanya Reina. “Aku lagi mencari
bahan untuk ringkasan test nanti”, ujar Nathan. “Uda makan?”, tanya Nathan
lagi. “Belum, mau makan malas, engga ada yg nemenin, soalnya Andien baru datang
nanti setengah jam lagi”, ujarnya. “Andien temen kamu yang marah lewat BB kamu
kemarin ya”, tanya Nathan menebak. “Hahaha, ketebak ya”, ujar Reina riang.
“Makan bareng aku aja yuk, makan somay dikantin depan”, ajak Nathan yang
kemudian bangkit dari kursinya dan menarik tangan Reina untuk ikut. Reina
akhirnya mengikuti Nathan menuju kantin depan. Di kantin mereka mereka memesan
2 porsi somay. Ketika sedang asyik menyantap makanan mereka, HP Reina berbunyi.
“Neng, gw dikantin ni, di warung bu Ijah. Loe kesini aja ya”, ujar Reina
singkat lalu menutup telpnya. Tak lama datang sosok teman Reina dengan muka tak
percaya menghampiri Reina yang sedang duduk berdampingan dengan Nathan. “Kok
makan duluan”, ujar Andien berusaha untuk setenang mungkin. “Andien, kenalin
ni. Ini Nathan”, ujar Reina memperkenalkan keduanya yang kemudian saling
berjabat tangan. Tampak sekali Andien menjadi salah tingkah karena yang ada
dihadapannya adalah seseorang yang menjadi idolanya. Andien grogi makan di
depan Nathan sehingga membuat Nathan dan Reina saling pandang dan tersenyum. BB
Reina berbunyi, ada pesan masuk dari Pras. “Kamu dimana? Pulang jam berapa? Aku
jemput ya”, tulis Pras dipesannya. Nathan yang duduk disamping Reina tampak mengintip.
“Dari Pras ya? Baru juga ketemu kemaren, uda kangen aja tu anak”, ledek Nathan.
“Ih ngintip aja ni. Bolehnya syirik ye”, balas Reina akrab sekali membuat
Andien di depannya memasang muka sewot. “Aku di kampus lagi makan sama Nathan.
Jangan dijemput, aku masih banyak kuliah hari ini dan juga banyak kegiatan,
engga tau pulang jam berapa”, tulis Reina sedikit berbohong. Pras lalu
membalas, “Makan dengan Nathan lagi? Pokoknya aku jemput hari ini. Jam 2 aku
akan ada diparkiran mobil yang kemaren. Awas aja kalo engga ada”. “Jiah dia
ngancem”, ujar Reina keki. “Biasa tu anak kalo keinginannya engga terpenuhi
juga bakalan ngancem”, ujar Nathan. Andien yang tidak mengerti pembicaraan
keduanya hanya melongo saja. “Andien, gw lupa bilang. Pras itu sepupu Nathan,
jadi mau engga mau loe pasti akan kenalan and ketemu lagi sama dia”, jelas
Reina. “Loh emang kenapa?”, tanya Nathan bingung. “ Andien ini uda pernah
ketemu Pras dan sudah pernah dibuat engga nyaman oleh Pras”, jelas Reina. “Kok
bisa?”, tanya Nathan menatap Andien. Yang ditatap jadi makin salting. “Engga
usa dibahas, uda mau gw lupain. Iya, mau engga mau emang harus kenal dia
apalagi dia tunangan loe. Kasian amat si hidup loe ya. Eh, maaf ya Nat”, ujar Andien.
“Aduh Andien, justru gw yang mau lupain kalo dia tunangan gw”, ucap Reina. “Ya
kalo engga mau tunangan sama Pras, sama sepupunya aja tunangannya”, goda Nathan
cuek. “Sama kamu? Apalagi engga mau akh, bisa bonyok aku dilempar botol saos ni
sama yang di depan aku”, ledek Reina sambil melirik ke Andien. “ Eh kok
bawa-bawa aku”, ujar Andien dengan rona pipi memerah. “Ayo akh cepetan, uda mau
masuk ni”, ujar Reina setelah melihat jam tangannya. Nathan bangun dan segera
membayar makanan mereka bertiga. “Uda, jalan gih, ntar telat lagi”, ujarnya
pada Reina dan Andien. “Wah tau mau dibayarin tadi pesen banyakan. Makasih ya
sepupu yang baik”, goda Reina lalu buru-buru menarik tangan Andien yang
kelihatan masih ingin bersama Nathan. Nathan tersenyum melihat kepergian
keduanya. “Andai loe tau hati gw Rei”, ujarnya pelan sekali.
Jam tangan Reina menunjukkan pukul
14.05 dan gadis itu tampak menarik tangan sahabatnya Andien untuk menemani
menuju tempat parkir mobil di depan Fakultas Kedokteran. “Ngapain si”, ujar Andien
tidak mengerti. “Anterin gw sebentar. Gw males sendirian”, ujar Reina yang
makin tidak dimengerti Andien. Matanya mencari-cari dan ia segera menemukan
yang dicarinya, mobil Pras. Tak lama terdengar bunyi HP Reina. “Iya, uda liat”,
ujarnya mengangkat telpnya. Lalu dia berjalan menuju mobil Pras diikuti oleh
Andien yang terpaksa karena tangannya ditarik terus oleh Reina. Pras keluar
dari mobilnya tampak ia memakai jas lengkap dengan dasinya, benar-benar seperti
seorang executive muda. “Hey Rei, lama amat”, ujarnya lembut pada Reina. Andien
dalam hati mengagumi ketampanan pemuda dihadapannya. “Tumben bisa lembut ni
orang”, ucapnya pelan. “Pras kenalin ni sahabat baik aku, Andien. Dan Andien
ini Pras”, ujar Reina mengenalkan keduanya. Keduanya saling berjabat tangan.
“Eh, yang waktu itu di bis ya? Maaf ya kalo waktu itu bikin kamu kesal”, ucap
Pras bersahabat. “Engga apa, loe bener
kok waktu itu”, balas Andien agak sedikit berbohong. “Mau kemana kalian? Aku
antar, soalnya meeting aku dah selesai hari ini”, ujar Pras pada keduanya. “Aku
mau pulang aja. Aku duluan ya Rei”, ujar Andien berusaha untuk kabur. “Andien,
loe mau lewat Blok M khan? Bareng aja”, ujar Reina menahan Andien. “Bareng aja
yuk, sekalian aku menebus kesalahan waktu itu”, ujar Pras tersenyum. Andien
terkesima melihat senyum Pras. Dia diam saja saat Reina mendorongnya masuk ke
mobil Pras. Kemudian mobil Pras meluncur menuju ke arah Blok M. “Lihat di situ.
Aku mau minta pendapatmu”, tunjuk Pras ke arah Map coklat yang ada diatas
dashboard mobilnya. Reina mengambilnya dan membacanya, itu merupakan kontrak
kerja sebagai model iklan suatu product ternama. “Kamu mau jadi bintang
iklan?”, tanya Reina. “Aku engga tau, makanya aku mau tanya kamu dulu, karena
kamu orang yang paling penting dalam hidupku sekarang. Bila kamu bolehin, aku
maju”, ujar Pras. Reina kaget mendengarnya begitu juga Andien yg duduk
dibelakang Reina. “Widih ni orang romantis juga”, ujar Andien dalam hati. “Loh
kok nanya aku? Kamu tuh harus menentukan hidup kamu sendiri, mana yang terbaik
untuk kamu, kamu yang menentukan. Engga ada yang bisa membahagiakan kamu selain
diri kamu sendiri”, ujar Reina tegas. Andien salut dengan kata-kata Reina. “Aku
ingin dengar pendapat kamu”, kata Pras lagi. “Ya, kalo menurut aku, selama kamu
merasa bahagia dengan pekerjaan ini, maju aja. Kamu punya modal, sekarang aja
kamu keren banget”, kata Reina walaupun kata-kata terakhirnya pelan sekali dia
ucapkan. “Apa”, ujar Pras pura-pura tak mendengar. Andien di belakang tersenyum
sendiri melihat tingkah sahabatnya yang mulai tersipu malu. “ Engga, tuh uda
sampai. Aku juga turun ya, mau beli buku di toko buku dulu”, ujarnya
mengalihkan pembicaraan. “Ya uda, kamu tunggu di dalam, aku parkir mobil dulu
ya sayang”, ujar Pras lagi yang membuat kaget Andien dan Reina. Keduanya turun
dan saling memandang tersenyum. Mobil Pras berlalu menuju ke tempat parkir
mobil. “Reina, gw balik ya. Aduh ngiri gw sama loe, gw engga mau jadi nyamuk
akh”, ujar Andien lalu buru-buru kabur menuju tangga penyebrangan. Dia berlari
sambil melambaikan tangannya. Reina hanya tersenyum melihat tingkah temannya
dan kemudian dia masuk ke Plaza Blok M menuju toko buku. Setelah sampai dia
mencari bacaan di tempat novel. Setelah lama mencari-cari novel yang ingin
dibacanya, Reina merasakan kedua kakinya mulai letih, lalu ia melihat jam
tangannya. Ternyata dia sudah setengah jam berada di toko buku itu dan dia lalu
mencari-cari ke sekelilingnya dan dia baru menyadari kalau Pras belum datang
dari tadi. Lalu dia menelphone Pras dengan maksud menanyakan keberadaannya
namun telphonenya di reject oleh Pras. “Loh kok di reject?”, omel Reina. Tak
lama ada massage masuk ke BBM Reina. “Maaf aku engga bisa temanin kamu. Aku ada
di apartement soalnya Requele lagi sedih banget dan tadi diparkiran dia menelphone
aku sambil menangis. Dia kawan baikku sejak kecil, aku mohon kamu mengerti”,
isi pesan Pras. Reina merasakan dadanya hampir meledak melihat tulisan Pras.
Dia tidak membalas pesan Pras dan kemudian dia berjalan keluar dari toko buku.
Dia berusaha keras menahan tangisnya dan Reina memang gadis yang tegar sehingga
tak akan mudah air mata keluar dari matanya. Reina berusaha menenangkan hatinya
dengan melihat-lihat ke toko pakaian. Dia punya cara unik untuk menenangkan
hatinya dengan belanja baju. Tiba-tiba ada yang memanggil namanya. “Reina”,
panggil Nathan, cowo itu berdiri tak jauh dari Reina. Tampak dia bersama
kawan-kawannya. “Sama siapa?”, tanyanya setelah dia dekat dengan Reina.
“Sendiri. Kamu mau kemana?”, balik tanya Reina. “Aku sama teman-teman ni. Ikut
aja sama kita yuk, kita-kita mau nonton film diatas”, ajak Nathan lalu menarik
tangan Reina melangkah menghampiri teman-temannya. “Guys, kenalin ni Reina, anak
fakultas ekonomi, lagi engga ada yang nemenin”, ujar Nathan kepada
teman-temannya. “Hai Rei, akhirnya ketemu loe juga”, ujar salah satu teman
Nathan yang bernama Icha. “Hai, sorry ya kalo gw ganggu”, ujar Reina berbasa
basi. “Engga kok, loe engga ganggu. Malah pas nih jadi 4 pasang, soalnya kasian
Nathan kalo sama kita pasti jadi nyamuk terus”, timpal Andri pacar dari Icha.
“Iya, ni mereka pada pacaran semua. Andri ini pacar Icha, Rico pacar Wina dan
Wandi ini pacar Linda, makanya aku kalo bareng mereka sama aja aku nyamuk”,
jelas Nathan. Tak lama mereka sampai di Bioskop. Nathan membelikan 8 karcis
masuk dan masing-masing teman Nathan mengambil karcis mereka. “Thanks ya Nat,
loe sering aja ulang tahunnya jadi kita bisa ditraktir terus, hehehe”, ujar
Wandi teman Nathan yang lain. “Loh kamu ulang tahun? Wah happy birthday ya”,
ujar Reina sambil menyalami tangan Nathan. Nathan menarik tangan Reina dan
memeluk gadis itu. “Gini dong ngucapin selamat ultahnya sama calon sodara”,
kata Nathan yang kemudian melepaskan Reina. Teman-teman Nathan bingung dengan
kata-kata Nathan. Reina tersipu malu karena dia dipeluk di depan teman-teman
Nathan. “Uda, gw becanda”, ujar Nathan sama teman-temannya yang diikuti dengan
derai tawa dan ejekan mereka. Akhirnya mereka semua masuk untuk menonton film.
Reina duduk dibangku paling pojok dan disebelahnya duduk Nathan. Pada film yang
ditonton ada adegan yang lumayan sedih dan Reina memanfaatkan hal itu untuk
menumpahkan segala emosi yang ditahannya tadi. Nathan sempat heran melihat
derasnya air mata Reina dan ia menggengam tangan Reina erat sekali. “Kenapa?”,
bisiknya cemas. “Engga, filmnya sedih”, ujar Reina berbohong. Diakhir film
Reina sudah merasakan hatinya tenang kembali dan Nathan tetap menggenggam
tangannya hangat. Reina membiarkan tangannya digenggam Nathan karena tangan
Nathan benar-benar memberikan kedamaian buat Reina. Saat lampu bioskop
dinyalakan, Nathan baru melepaskan genggamannya. “Mau makan dimana?”, tanya
Nathan kepada teman-temannya di jalan keluar dari bioskop. “Enaknya di tempat
biasa aja yuk”, ujar teman Nathan. “ Ya udah. Ayo”, ujar Nathan kemudian menggandeng
Reina menuju tempat parkiran mobil. Teman-teman Nathan saling berbisik melihat
Nathan menggandeng Reina dan mereka tersenyum senang melihatnya. Akhirnya
mereka sampai ditempat parkir mobil dan mereka memakai mobil Nathan yang muat
untuk mereka semua walaupun duduk berdesakkan. Reina duduk di depan sementara
teman-teman Nathan yang lain duduk dibelakang. Naik mobil ini mengingatkan
Reina waktu jalan bersama Pras, Nathan dan Requele minggu lalu ke pantai, dan
Pras duduk ditempat Reina duduk sekarang. “Kenapa?”, tanya Nathan melihat raut
muka Reina yang sedih. “Engga. Mau kemana?”, tanya Reina. “ Mau makan di warung
pinggir jalan di blok A. Enak kok makanannya dan bersih”, kata Nathan dan
disambut ucapan setuju dari teman-temannya. “Engga nyesel deh kalo dah coba”,
ujar Rico. Setelah mereka sampai, kemudian mereka segera memesan menu yang
menjadi favorit mereka. Reina cepat dapat beradaptasi dengan teman-teman Nathan
sehingga membuat mereka semakin akrab. Tiba waktunya kembali, Nathan mengantar
teman-temannya ke terminal Blok M dan mereka semua melanjutkan perjalanan
dengan menggunakan bis menuju rumah masing-masing. Kemudian Nathan mengantarkan
Reina hingga sampai di depan rumahnya. Dia masuk sebentar ke rumah Reina dan
berbasa-basi dengan keluarga Reina dan kemudian pamit pulang. Reina
mengantarnya dengan senyum manisnya. Setelah masuk ke dalam kamarnya, bunda
menghampiri Reina. “Kok kamu bisa sama sepupunya Pras. Nak Prasnya kemana?”,
tanya bunda menyelidik. Sebenarnya bunda dulu agak menentang keputusan yanda
menjodohkan Reina tetapi bunda menyerahkan semua keputusan pada Reina. “Pras
lagi ada perlu, tadi engga sengaja ketemu Nathan di Blok M, dia ultah hari ini
dan makanya tadi ditraktir”, ujar Reina menjelaskan. “Oh, ya sudah. Istirahat
ya. Uda makan?” ujar bunda yang kemudian meninggalkan Reina setelah melihat
anggukan kepala Reina. Reina menutup pintunya dan kemudian setelah membersihkan
dirinya dengan mandi, dia terlelap tidur.