KISAH CINTA NADIA
“Eyang, yang bener aja coba. Masa
si aku mesti tunangan sama orang yang belum pernah aku lihat?”, rengek Nadia sambil
memperhatikan cincin emas putih pertunangannya yang baru dia terima via kurir
sore tadi.
Suara eyang tegas sekali terdengar dari seberang Handphonenya, “Kamu harus
menerimanya agar eyang bisa mati
dengan tenang karena telah memenuhi janji eyang kepada sahabat lama eyang. Bila
tiba saatnya, Michael akan menemuimu, saat ini tunanganmu sedang berpergian
keluar kota untuk urusan bisnis. Jadi eyang minta kamu mau memenuhi permintaan
eyang untuk kali ini, bertunangan dengan Michael, tanpa bantahan”. Tak lama terdengar suara
handphone eyang dimatikan. Nadia menangis kesal. Dia merebahkan tubuhnya diatas
pembaringan dan menangis dalam tidurnya. Nadia memang tinggal sendiri di kota
Jakarta ini sedangkan orang tua dan keluarganya jauh tinggal di Bali.
Keluarganya hijrah ke Bali beberapa tahun lalu sementara Nadia dikarenakan
telah memiliki pekerjaan tetap sehingga memilih untuk tetap tinggal di Jakarta
walaupun sebatang kara. Kesal sekali Nadia mendapatkan telp dari Eyangnya malam
itu, sehingga pagi harinya ia bangun dengan mata yang sembab karena tangis.
Setelah menenangkan dirinya, ia mulai menggerakkan tubuhnya menuju kamar mandi.
Untung hari ini hari minggu setidaknya ia tidak akan terlihat dengan mata sembab
saat bekerja. Nadia berencana menenangkan dirinya dengan berolah raga di taman
kota, menghirup
udara segar tanpa polusi dikarenakan hari ini adalah hari car free day. Kembali
ia melirik cincinnya yang masih ada dikotaknya di atas meja ruang tamu. Nadia
berjalan mendekati cincin itu dan mengeluarkan cincin itu serta memperhatikan
tulisan yang ada di dalamnya. Tertulis disana huruf MNU love NVP. “Michael N U
?? what’s ?? Nasi Uduk?? Hehehe”, cekikiknya. Ia mencoba cincin itu dijari
manis tangan kirinya dan ternyata cincin itu pas sekali disana. “Hah?? Kok bisa
fit ya??”, gumamnya heran. Taklama terdengar bel pintu ditekan, “DING DONG”.
“Bentar”, teriaknya sambil berlari menuju pintu rumahnya. Rumah Nadia lumayan
elok, walaupun kecil tetapi cukup untuk dirinya bernaung dibawahnya. Lagipula
rumah itu dibelikan eyangnya sebelum mereka hijrah agar Nadia tak perlu kos
ditempat lain. Saat Nadia membuka pintu, ada senyum konyol disana, senyum milik
Lila sahabatnya. “Kirain belum bangun neng, gimana? Jadi engga mau jalan? Eh
matamu kenapa? Nangis”, cerocos gadis manis itu. “Engga, Cuma lagi agak kurang
tidur aja, ayo. Bentar, aku ambil sepedaku dulu ya”, kata Nadia kemudian
berlari mengambil barang-barang keperluannya dan sepedanya. Setelah mengunci
semua pintu, kedua sahabat itu mengayuh sepeda mereka menuju taman kota. Nadia
rupanya sedikit melupakan kekesalannya tadi malam, sehingga mereka berdua dapat
tertawa lepas sepanjang hari libur mereka.
Pagi hari
saat untuk memulai aktivitasnya, sepertinya Nadia terkena demam “I Hate
Monday”. Berat sekali ia memaksakan dirinya memulai harinya. Selesai sholat
shubuh tadi sempat Nadia berniat tidak masuk kantor hari ini, namun ia
memaksakan dirinya untuk bergegas berangkat bekerja. Sesampainya di kantor,
Nadia menyempatkan diri melongok ruangan kerja pak Putra, managernya yang
lumayan ganteng dan baik hati. Ruangan Pak Putra masih kosong, biasanya dia
sedang duduk diatas meja kerjanya di depan Laptopnya dan ditemani secangkir
kopi manis yang siap diseruputnya sewaktu waktu. Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya,
“Kenapa kamu? Nyari saya?”, rupanya pak Putra sudah berdiri di belakang Nadia.
“Engga pak, Cuma lagi nyari inspirasi buat kerja”, kata Nadia nyengir dan
langsung kabur ketempatnya. Pak Putra hanya bisa geleng-geleng kepala melihat
kelakuan Nadia. Pak Putra tidak akan bisa marah kepada Nadia karena gadis itu
selalu melakukan tugasnya dengan memuaskan. Tiba-tiba Handphone pak Putra
berbunyi dan pak Putra segera menjawabnya. Tak lama ia bergegas menuju ke
ruangan Nadia dan teamnya. “ Nadia, Lila, dan Wahyu. Kalian bertiga ikut saya
meeting dengan bagian Marketing. Mereka akan pameran di Hotel Zeus dan kita
diberi tugas membuat acara sampai dekorasi untuk mereka. Ayo, detailnya saya
jelaskan di mobil”, ujar pak Putra bersemangat. Nadia, Lila dan Wahyu segera
bergegas mengemasi keperluan mereka dan berlari ke arah pak Putra untuk
mengikuti meeting dengan Marketing di Hotel Zeus. Mereka berempat menggunakan
mobil pak Putra menuju Hotel Zeus dan bertemu dengan bagian Marketing disana.
Didalam sebuah ruangan meeting, telah ada beberapa orang Marketing dan pak
Andre manager mereka. Senyum hangat menyambut team General Affair (GA) – team
Nadia dan teman-temannya. Setelah mereka semua duduk ditempatnya, tak lama
masuk sejumlah orang-orang berjas dan mereka begitu elok dengan pakaian mereka.
“Selamat Siang bapak-bapak dan ibu-ibu. Perkenalkan, saya Nathan Utama, dan
saya adalah CEO Hotel Zeus ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk
meeting ini”, ujar pria berjas yang amat tampan. Mata Lila dan beberapa teman
perempuan Nadia semua terbelalak memperhatikan penampilan si tampan yang amat
berkelas. Hampir semua wanita – kecuali Nadia -
tidak konsentrasi mengikuti meeting di ruangan itu karena mereka lebih
memperhatikan CEO Hotel Zeus. Saat team Hotel Zeus sedang presentasi, Nadia
benar-benar memperhatikan detail bahan presentasi mereka dengan sambil
memain-mainkan cincin yang ada dijari manisnya. Cincin pertunangan yang tidak
bisa ia lepaskan. Sampai saat Nadia merasa ada yang memperhatikan, tak sengaja
dia menatap ke arah Nathan yang pada saat yang bersamaan sedang
memperhatikannya. Senyum tersungging dibibir pria tampan itu dan senyum itu
manis sekali. Nadia membalas senyumnya dan saat dia menoleh ke arah Lila yang
sedang duduk di sampingnya, Nadia melihat Lila seperti salah tingkah. “Akhh
rupanya tersenyum pada Lila”, bathin Nadia. Kembali gadis itu memperhatikan
presentasi itu lagi. “ Oke bapak dan ibu, sepertinya sudah saatnya makan siang.
Mari silakan menikmati makan siang di restaurant kami”, ujar Nathan menutup
meeting hari ini. Semua bertepuk tangan dan bergegas menuju ke restaurant Hotel
Zeus. Tinggal Nadia yang masih sibuk
mengemasi barang-barangnya karena rupanya hanya dia yang mencatat semua detail
meeting hari ini, sementara teman-temannya sibuk dengan hal-hal lain. Setelah
selesai mengemasi barang bawaannya, semua teman Nadia telah meninggalkan
ruangan dan rupanya Nathan masih menunggu Nadia diujung pintu keluar. “Ada yang
bisa saya bantu bu?”, Tanya Nathan sopan saat Nadia berjalan menuju pintu.
“Engga kok pak, sorry lama, soanya shutting down Notebookku lama”, ujar Nadia
menjelaskan. “Mari bu, ke restaurant kami. Banyak menu pilihan yang bisa
dicoba”, ajak Nathan ramah sambil berjalan disamping Nadia. Mereka berjalan
melewati lobi Hotel dan banyak mata yang memandang mereka takjub dikarenakan
keduanya tampak serasi apabila jalan berdua. Nadia agak risih dengan pandangan
mata orang-orang itu. Dia pura-pura mengangkat Handphonenya dan dengan isyarat
dia meminta izin berjalan menjauh dari Nathan. Nathan tersenyum, dan dia
sepertinya menunggu Nadia yang pura-pura menerima telp di handphonenya.
Sepertinya Nathan tahu taktik Nadia, dia sengaja mendekati Nadia yang telah
selesai berbicara dengan HPnya. “Mari, saya tunjukkan restaurantnya”, ajak
Nathan ramah lagi. Nadia serba salah, dia kesal sekali karena pria ini tidak
mau meninggalkannya sendiri. Dengan terpaksa, Nadia mengikuti Nathan memasuki
restaurant yang dimaksud. Nadia mengambil menu untuk masakan Tradisional, dia
suka sekali soto banjar yang disediakan restaurant ini. Rupanya Nathan masih
mengikuti gadis itu, dia memilih menu yang sama dan duduk dimeja yang sama
dengan Nadia. Sempat teman-teman Nadia dan beberapa staff Hotel Zeus berbisik
bisik membicarakan keanehan mereka berdua. Setelah makan siang, semua kembali
ke rutinitas mereka sebelumnya. Ada tatapan aneh dari Nathan saat mengantarkan
Nadia dan teamnya memasuki mobil mereka. Senyum Nathan penuh arti sekali.
Telah tiba
saat yang dinantikan, besok adalah hari H untuk acara peringatan Ulang tahun
perusahaan dan pameran Marketing perusahaan Nadia. Hari ini adalah hari kerja
keras team GA, Nadia tampak diantara mereka, mengerjakan pekerjaannya sesuai
rencana. Nadia benar-benar sibuk mempersiapkan semuanya dan dia ingin semua
menjadi sempurna sesuai yang diinginkan. Teman-temannya mengikuti semua saran
Nadia, hingga bisa dibilang Nadia seperti mandor yang menyuruh teman-temannya
melakukan tugas mereka. Saat sedang sibuk-sibuknya, nampak Nathan memasuki
ruangan hall tempat diadakan acara pameran. Matanya mencari cari dan segera ia
menemukan orang yang dicarinya, Nadia yang tampak sibuk dengan segala
konsepnya. “Lila, itu jangan ditaruh disitu dong, pindahkan aja lah ke bagian
sana”, teriaknya, sementara Lila yang tampak mulai lelah memanyunkan bibirnya
menanggapi perintah Nadia. “Ada yang bisa aku bantu? Boleh aku panggil nama
aja? Nadia kan? Kalo pake ibu kayanya tua banget ya?”, sapa Nathan mengejutkan
Nadia. “Oh, anda. Silakan, panggil nama aja. Engga apa kok pak Nathan, sudah
bisa ke handel semuanya, terimakasih sudah menawarkan bantuan”, jawab Nadia
sopan. “Panggil Nathan saja. Sepertinya konsep pameran kali ini kembali ke alam
ya? Sesuai dengan semboyan kalian tentang produk baru kalian ya?”, ujar Nathan
menebak. “Begitu jelas ketebak ya? Sebenarnya ini mau menghemat aja, soalnya
yang dipakai property beberapa tahun lalu yang bisa digunakan kembali. Aku
lebih suka diluar ruangan, hanya karena Marketing sudah menentukan Hotel Zeus
ini, terpaksa deh mengikuti konsep mereka. Pengennya si ada butterfly,
sayangnya susyah banget nyari yang diawetkan di Jakarta”, ujar Nadia
menjelaskan. “Mba rangkaian bunganya mau ditaruh dimana?”, tiba-tiba ada
seorang tukang bunga menanyakan kepada Nadia. “Ooo, disana aja deh pak. Ayo aku
tunjukkan. Sorry Nathan, aku tinggal ya”, ujar Nadia disambut anggukan dan
senyum Nathan. Kembali gadis itu tenggelam dengan pekerjaannya. Hampir tengah
malam tugas Nadia selesai, semua sudah tertata sesuai dengan rencana awal.
Acara ulang tahun Perusahaan tempat Nadia bekerja dengan sedikit maksud
tersembunyi memperkenalkan produk baru mereka telah siap. Undangan telah
tersebar ke Rekanan Bisnis dan target bisnis potensial mereka, hampir semuanya
telah mengkonfirmasikan kedatangan mereka. Saat semuanya bersiap meninggalkan
tempat acara namun ada beberapa yang akan menginap untuk mempersiapkan
keperluan pagi hari, Nathan kembali datang dengan beberapa bungkusan ditangannya.
Dia berjalan mendekati Nadia, “Nadia, ini mungkin kamu perlukan”, ujarnya
memberikan bungkusan itu. Agak ragu Nadia menerimanya, “Ambillah, ini bonus
karena pameran kalian ini ikut mempromosikan Hotel Zeus juga”, ujar Nathan
bersemangat. Nadia menerima bungkusan itu lalu membukanya dan matanya
terbelalak gembira. “Woooooowwwww, hebat. Butterfly, bagaimana bisa kamu
mendapatkannya?”, tanya Nadia bersemangat. “Kebetulan teman aku di Malaysia
menelephone makanya aku minta mereka kirimkan dengan express ke sini”, ujar
Nathan menjelaskan. “Terima kasih”, ujar Nadia gembira, reflek ia memeluk
Nathan. “Sorry, engga ada maksud apa-apa ”, ujar Nadia malu. “It’s okey. Ternyata
dipeluk kamu hangat banget ya, jadi pengen terus dipeluk”, ujar Nathan menggoda.
“Eh, nakal ya”, ujar Nadia lagi. “Ayo, aku bantu pasang biar cepat selesai”,
ujar Nathan menarik tangan Nadia. Segera Nadia dan Nathan dibantu beberapa
teman Nadia yang masih tinggal memasang sentuhan terakhir, butterfly diantara
taman alami yang menjadi dekorasi tempat pameran mereka ini, dan mereka semua
merasakan puas dengan hasil kerja mereka yang jauh lebih indah dengan butterfly
itu.
Hari H
telah tiba, acara demi acara berjalan sesuai rencana. Hampir bisa dipastikan
semua undangan hadir dan mereka semua memuji dekorasi ruangan yang begitu
indah. Team Marketing memperoleh banyak order untuk produk baru mereka dan
mereka memberikan applause untuk team GA yang membuat acara mereka berlangsung
meriah dan sesuai dengan target mereka. Pada saat acara berlangsung, Nathan
dengan beberapa stafnya datang menghadiri undangan. Pandangan Nathan sering
bertabrakan dengan mata Nadia, rupanya pria tampan itu selalu memandang ke arah
Nadia yang merupakan salah satu MC pada acara tersebut. Sesekali canda tawa
memenuhi ruangan pameran, team pembawa acara dapat membuat suasana nyaman untuk
semua hadirin yang datang. Saat acara bebas, Nathan menghampiri Nadia yang
tampak lelah di pojok ruangan dengan sebotol air mineral dingin ditangannya.
“Minumlah, kamu letih sekali”, ujarnya menyodorkan botol itu kepada Nadia.
Gadis itu menyambutnya dengan gembira, “ Aduh makasih banget, daritadi kek, aku
haus sekali”, ujarnya riang. Nathan duduk disamping Nadia, “Kenapa engga ambil
minum daritadi? Kamu bisa minta teman kamu ambilkan”, ujar Nathan lembut namun
ada nada khawatir di suaranya. “Iya, tadi mau ambil cuma belum sempat. Mau
nyuruh siapa? La wong semuanya juga sibuk banget buat acara ini”, ujarnya.
Nathan kemudian mengambil HP yang ada dipangkuan Nadia, lalu dia membuat
miscall ke HP nya. Nadia hanya diam saja melihat apa yang dilakukan Nathan. Lalu
Nathan mengetik nomornya dan namanya di HP Nadia. “Itu nomor handphone aku.
Kalo kamu memerlukan apapun, telp aku. Acara kamu masih berlangsung selama tiga
hari kan?. Kantorku ada dilantai 9 hotel ini, kalau kamu letih dan ingin istirahat,
pergilah ke lantai 9, istirahat dikantorku, ada sofa yang nyaman disana, atau telp
aku untuk apapun”, ujar Nathan terdengar tegas sekali sambil mengembalikan HP
Nadia. Kemudian dia bangun dari duduknya dan berjalan meninggalkan Nadia yang
masih tak percaya pendengarannya. “Kenapa tuh orang? Kok kedengarannya perhatian
amat”, ujarnya pada diri sendiri. Lalu ia kembali disibukkan dengan
pekerjaannya dikarenakan temannya sudah ada yang butuh bantuan dan sarannya.
Acara
melelahkan sudah berlangsung 2 hari, dan Nadia pulang ke rumahnya setiap hari hanya
beberapa jam istirahat lalu kembali ke tempat acara. Makannyapun hanya seadanya
saja, itupun harus dipaksa untuk beristirahat dulu. Nadia harus memastikan
semua sesuai dengan rencana dan benar-benar merupakan hal yang begitu
meletihkan buat semua team GA maupun team Marketing. Memasuki hari ke 3 tampak
tubuh Nadia mulai benar-benar berontak, dia mulai demam. Sebagai MC, Nadia
digantikan oleh Lila, sementara Nadia mengawasi dari sudut ruangan. Lila
rupanya menyadari Nadia mulai ambruk, maka dia menyarankan Nadia pulang dan
berobat ke dokter tapi karena memang Nadia seorang workaholic sehingga dia
mengabaikan saran sahabatnya itu. Saat acara penutupan berlangsung, Nadia
sepertinya sudah tidak sanggup lagi. Dia kemudian berjalan keluar ruangan dan
berusaha menyembunyikan sakitnya dari teman-temannya. Nadia berjalan menuju
parkiran mobilnya tetapi tubuhnya makin lemah. Ia terduduk dibangku dekat
parkiran mobilnya. Kemudian Nadia teringat Nathan, lalu ia menelephone pria itu
dan sekejab kemudian pria itu sudah ada dihadapannya. Raut muka Nathan begitu
cemas, ia lalu memapah Nadia memasuki mobilnya dan segera melarikan Nadia ke
rumah sakit. Nadia langsung pingsan saat sampai di rumah sakit hingga membuat
Nathan makin panic, team dokter langsung menangani Nadia. Rupanya gadis itu
terkena typus sehingga harus dirawat inap di rumah sakit. Saat membuka matanya,
Nadia melihat Nathan sedang tertidur disamping tempat tidurnya dengan tangannya
memegangi tangan Nadia. Nadia tersenyum, namun senyum itu menghilang saat ia
melihat cincin yang ada ditangan kiri Nathan. Cincin yang sama percis dengan
punyanya, cincin pertunangan dengan orang yang belum pernah ia temui. Nathan
terbangun dari tidurnya dan tersenyum pada Nadia yang tampak sekali mukanya
penuh dengan pertanyaan. “Kamu sudah bangun? Eyang kamu sudah aku telephone
tadi dan orang tua kamu juga. Mereka belum bisa datang ke sini karena mereka
sedang keluar negeri dalam perjalanan bisnis, dan aku sudah melarang mereka
untuk datang karena aku yang akan menjaga kamu kini. Kamu hanya butuh
istirahat, jadi kurasa mereka engga perlu membatalkan perjalanan bisnisnya
kan?!”, ujar Nathan lembut. Nathan menatap Nadia yang hanya diam saat ia
berbicara. Nathan seperti tau pertanyaan yang ada diraut muka Nadia. “Aku
Michael Nathan Utama, aku jarang menyebutkan nama Michael karena aku lebih suka
nama Nathan dan benar aku memang tunanganmu, tunangan yang belum pernah bertemu.
Aku sudah tau kamu tunanganku karena aku sudah menyimpan foto kamu dan terlebih
saat kita bertemu di meeting waktu itu, aku memperhatikan cincin kamu yang sama
percis dengan punyaku sehingga aku makin yakin kamu adalah tunanganku. Cincin
ini adalah cincin pertunangan orang tuaku dan ini amat bersejarah”, ujarnya
menjelaskan. “Waktu Eyang memberitahukanku mengenai pertunangan ini, aku sempat
menolak, namun saat aku melihat fotomu, aku langsung jatuh cinta sama kamu, terlebih
saat kita bertemu pertama kali di meeting itu, aku ingin memberitahukanmu,
akulah calon suamimu, tapi sepertinya kamu tidak begitu tertarik denganku, makanya
aku tidak memberitahukanmu. Selama ini aku selalu berusaha berada disaat kamu
memerlukanku dan menunjukkan ke kamu kalo kamu memang bisa bersadar dibahuku.
Maaf aku sempat berbohong soal butterfly itu, aku sendiri yang terbang ke Malaysia
dan membelinya disana dan terbang kembali ke Jakarta dihari yang sama. Akh hari
itu sungguh melelahkan karena aku benar-benar harus berlari kesana kemari agar
cepat pulang pergi Jakarta Malaysia. Untungnya Visaku masih berlaku jadi engga
perlu repot urus Visa lagi”, ujarnya lagi lembut. Nadia terharu mendengarkan
semua kata-kata Nathan dan iapun harus mengakui, pria itu memang sudah memasuki
hatinya sejak mulai sering bertemu. Nathanpun bangun dan memeluk Nadia serta
mencium keningnya. “Cepatlah sembuh sayang, jangan sakit. Ini membuatku cemas
sekali”, ujar Nathan lagi. Taklama pintu ruangan dibuka dan tampak wajah-wajah
teman-teman Nadia yang datang menjenguk. Nathan tersenyum menyambut mereka
sementara Nadia salah tingkah karena teman-temannya menemukannya dengan Nathan.
Mereka sempat heran melihat kehadiran Nathan diruangan tempat Nadia dirawat
itu. “Hadow neng kok bisa sampe dirawat gini, kan tadi pagi uda aku bilang ke
dokter, bandel si. Tapi kok ada pak Nathan?”, Tanya Lila nyerocos. “ Engga apa
kok, Cuma kecapean aja. Ini tadi pas keluar hotel ketemu pak Nathan engga
sengaja, dan dia membantu aku untuk administrasi di rumah sakit. Terima kasih
pak Nathan, terima kasih uda temenin aku, tadi aku yang minta tolong dia
soalnya aku engga kuat sendirian”, ujar Nadia berusaha mengatasi ketegangannya.
Dengan isyarat matanya, dia meminta Nathan tidak membicarakan hubungan mereka
dan Nathan sepertinya mengerti makanya dia hanya diam saja mendengarkan
kata-kata Nadia. “Okey deh, uda ada teman-teman kamu, aku sudah bisa pulang ya?
Mari semua, aku tinggal ya”, ujar Nathan menyadari situasi dan segera dia
meninggalkan kamar rawat Nadia. “Heeemmm ada apa ni dengan pak Nathan?”, tanya
pak Putra menggoda. “Ih kepo deh bapak.
Eh, gimana? Acaranya sukses kan? Engga ada kendala kan?”, tanya Nadia kepada
teman-temannya mengalihkan pembicaraan. “Tenang aja neng, kamu istirahat aja,
cepat sembuh itu yang paling utama”, ujar pak Putra lagi. Ada Pesan masuk ke HP
Nadia, dan gadis itu lalu membuka HP nya, ada pesan dari Nathan disana,
“Istirahat ya sayang, aku kembali besok. Kamu mau dibawain apa? Kalo perlu
apapun, telp aku, HPku akan stand by 24 jam untukmu”, tulis Nathan dipesannya.
Nadia membalasnya, “Maaf ya, beri aku waktu. Aku masih belum bisa mengerti
semua yang terjadi diantara kita. Biarkan waktu yang menjawab ya”. Lalu Nathan
membalas pesan Nadia, “ Tenang Nadia. Aku akan berikan kamu waktu berapa
lamapun yang kamu butuhkan, tapi jangan dorong aku untuk menjauh darimu”. Nadia
tersenyum, teman-temannya heran dengan Nadia yang tampak begitu riang walaupun
sedang sakit. “ Eyang dan orang tua kamu uda tau?”, tanya Lila. “Uda, tadi
sudah minta mereka jangan datang, lagian mereka ada perjalanan bisnis keluar
negeri”, ujar Nadia lagi. “Eh kalian, kalau mau minum, ambil aja di mini bar
itu, toh asuransi kita ini yang bayar”, ujar Nadia lagi. “Dasar kamu ya. Kita
uda pada bawa bekal dari hotel tadi, ni kalau kamu mau. Eh maaf deh, kamu engga
bisa makan ya? Jadi liatin kita-kita aja”, ujar pak Putra menggoda lagi. Pak
Putra, Lila, Wahyu dan Noni yang datang menjenguk Nadia tampak lahap memakan
makanan yang mereka bawa. Lila mau menyuapi Nadia tapi Nadia tidak mau dikarenakan
dokter sudah melarangnya memakan makanan yang bukan dari rumah sakit agar dia
cepat pulih kesehatannya. Malam itu Lila dan Noni bersikeras menginap di rumah
sakit walaupun Nadia sudah melarangnya karena mereka juga pasti sangat letih,
tetapi sahabat-sahabat Nadia itu ingin mendampingi Nadia karena mereka tau
Nadia hanya seorang diri di Jakarta ini. Nadia mengirimkan SMS kepada Nathan,
“Kamu jangan kesini ya besok, karena teman-teman aku menginap”. Dan dijawab,
“Oke, aku kesana kalau mereka sudah pulang ya”.
Sudah tiga
hari Nadia di rumah sakit dan kesehatannya sudah mulai pulih. Dia memaksa
dokter agar memperbolehkannya pulang dan hari ini Nadia akan pulang ke rumah
mungilnya walaupun dokter tetap tidak memperbolehkannya bekerja. Lila dan Noni
sebelumnya ingin membantu Nadia mengurus administrasi kepulangannya tetapi
Nadia melarang karena mereka harus bekerja dan Nadia berbohong bahwa ada temannya
yang membantu. Ternyata Nathan yang mengurus administrasi untuk kepulangannya,
dia yang menunggu obat-obatan Nadia dan mengantarkan Nadia pulang dengan
mobilnya. Nadia heran melihat mobilnya ada stiker bertuliskan Management Hotel
Zeus di sudut kanan kaca depannya. “Kok bisa ada stiker itu?”, tanya Nadia
heran. “Aku yang pasang biar kamu sering bolak balik ke Hotel Zeus”, kata
Nathan bersemangat. “Untuk apa aku harus bolak balik ke Hotel Zeus? Kan
pamerannya uda selesai lagian aku sudah engga ada urusan lagi kok ke Hotel
Zeus”, ujar Nadia polos. “Tapi kan kamu akan bolak balik untuk bertemu dengan
aku di Hotel Zeus”, senyum Nathan menggoda. “Ada urusan apa aku harus bertemu
kamu?”, tanya Nadia datar. “Ya untuk ketemu aku aja emang engga boleh ya?”,
seru Nathan mulai sewot. “Idih bolehnya sewot”, goda Nadia. Nathan
mengacak-ngacak rambut Nadia. Dia membukakan pintu mobil untuk Nadia dan
menutupnya kembali. Setelah memasukkan semua barang Nadia ke mobil, Nathan
masuk ke mobil dan mengemudikan mobil melaju menuju rumah Nadia. Nathan rupanya
sudah tahu alamat rumah Nadia sehingga Nadia tak perlu memberitahukan pria tampan
itu kemana harus menuju. Sesampainya di rumah, Nathan membuka gerbang dan
memasukkan mobil Nadia ke carport dan lalu membantu Nadia memasuki rumah.
“Assalamualaikum”, ujarnya setelah membuka pintu rumah dan membimbing Nadia
masuk ke ruang tamu. Nathan keluar dan mengambil barang-barang bawaan Nadia dan
mengunci pagar rumah. Dia kembali masuk dengan barang-barang Nadia dan ada
bungkusan makanan di tangannya. “Ini ada bubur, kamu makan dulu ya dan juga ada
buah-buahan”, ujar Nathan memberikan bungkusan itu kepada Nadia. “Engga mau
makan bubur lagi. Aku bosan makan bubur di rumah sakit”, kata Nadia cemberut.
“Lalu mau makan apa? Kamu belum boleh makan sembarangan. Ya uda makan buah aja
dulu, nanti aku pesankan makanan sehat ya?”, ujar Nathan lembut. “Kamu pulang
aja ya. Aku bisa kok sendiri”, ujar Nadia pelan. “Apa yang sudah aku bilang
sebelumnya? Jangan dorong aku menjauh”, ujar Nathan tegas. “Aku engga mendorong
kamu menjauh, hanya buat aku ini terlalu cepat. Aku engga suka hubungan yang
terlalu terburu-buru akan tidak baik nantinya. Beri aku waktu”, ujar Nadia
lagi. “Beri aku waktu mengenal kamu, beri aku waktu untuk melihat hatiku juga”,
ujarnya lagi. “Oke. Aku akan pulang kalau kamu sudah makan dan minum obat kamu.
Kamu mau makan apa? Aku order sekarang”, ujar Nathan mengeluarkan HP nya.
“Engga usah. Aku makan bubur ini aja. Ini aku makan, sudah, aku minum obatnya
juga sekarang”, ujar Nadia sambil meminum obatnya. “Sekarang sudah, jadi kamu
uda bisa pulang”, ujarnya lagi. “Okey, aku pulang. Telp aku kalau kamu perlu
apapun”, ujar Nathan kemudian mendekat dan mencium kening Nadia. Lalu pria itu
berjalan keluar rumah, menaiki Taxi dan segera berlalu dari rumah Nadia. Nadia
melepaskan stiker yang ada dimobilnya dan menaruhnya di lemari dapurnya.
Seminggu Nadia
sudah tidak masuk bekerja, saat ia kembali ke kantornya, teman-temannya
menyambutnya gembira. “Nadia, kamu benar-benar bikin kita semua khawatir ya.
Pulang dari Rumah Sakit engga mau dijenguk, hanya maunya ditelp aja”, ujar pak
Putra saat melihat Nadia nongol di pintu ruang kerjanya. “Hehehe, kan aku perlu
istirahat pak, kalau kalian ke rumah, siapa yang mau nyediain”, ujar Nadia
beralasan. “Uda sehat kamu? Ya sudah, jangan terlalu diforsir dulu kerjaannya.
Kita sedang santai kok, mungkin minggu depan kita akan sibuk lagi, akan ada
perekrutan baru untuk bagian GA”, ujar pak Putra lagi. “Siap pak”, ujar Nadia
kemudian memasuki ruangan kerjanya. Teman-teman satu teamnya menyambut Nadia
dengan gembira. Mereka memanjakan Nadia dengan melayani semua permintaannya.
Nadia senang sekali karena teman-temannya benar-benar tulus memperhatikannya.
Saat yang lain kembali ke tempatnya masing-masing, Nadia mengeluarkan HP nya
dan melihat pesan-pesan yang masuk ke HP nya. Ternyata sudah empat hari ini
tidak ada satupun pesan dari Nathan Utama, sejak pria itu keluar dari rumah
Nadia, tak sekalipun ia mengirimkan pesan ataupun menelphonenya. Nadia
mengirimkan what’s up ke no Nathan, “Kamu dimana?”. Nadia kemudian
memperhatikan foto ID Nathan dan ia mengenali foto itu karena foto itu adalah
fotonya. “Kok foto aku bisa jadi ID kamu?”, ketiknya lagi di what’s up. Nathan
tidak membalas. “Akh dia marah rupanya”, ujar Nadia pelan. Tiba-tiba Lila
mengejutkannya, “Hayooo uda punya pacar ya??”. “Ngawur kamu. Gimana punya
pacar, la aku uda tunangan”, ujar Nadia sambil memperlihatkan cincin
tunangannya. “Eh, beneran nih uda tunangan? Bukannya belum pernah lihat
tunangannya?”, ujar Lila lagi menggoda. “Uda Lila, kamu pikir kemarin yang
mengeluarkan aku dari rumah sakit siapa coba, ya tunangan aku lah”, kata Nadia
bangga. “What??? Uda ketemu tapi engga bagi-bagi cerita sama aku ya??”, ujar
Lila dengan nada sewot. “Eh siapa yang ketemuan engga bagi cerita?”, ujar Noni
yang datang mendekat ke meja kerja Nadia. Nadia pura-pura sibuk dengan kerjaannya.
“Nih, yang uda tunangan ternyata uda ketemu dan pacaran sama tunangannya”, ujar
Lila menjelaskan dengan nada sebel. “Sttttt, ribut. Ayo kerja, ntar dimarahin
pak Putra loh”, ujar Nadia sambil menempelkan telunjuknya ke bibirnya. Tak lama
ada pesan masuk ke HP Nadia. “Siapa tuh?”, Lila & Noni penasaran. “Ooo
tunangannya namanya Michael. Lihat dong fotonya? Deeee, yang ditaruh foto
Nadia, sooo sweeeet”, ujar Lila setelah merebut HP Nadia. Nadia merebut kembali
HPnya. Nadia membuka pesannya, rupanya dari Nathan. Dikarenakan nama yang
tercantum di HP Nadia adalah Michael bukan Nathan, sehingga teman-teman Nadia
tidak menyadari bahwa itu adalah no HP Nathan. “Maaf Nadia, aku sedang keluar
kota, mengurus bisnis di luar kota. Aku di Bali dan sudah bertemu dengan calon
mertuaku. Aku pasang foto kamu agar kamu tau aku sudah masuk kamar kamu dan
menginap disana selama 1 malam. Itu kan foto yang ada di dinding kamar kamu”,
begitu pesan Nathan. “Whatttt??”, seru Nadia setengah menjerit. “Kenapa”, kedua
sahabat Nadia makin penasaran. “Dia di Bali. Menyebalkan. Aku lagi sakit dia
malah pergi keluar kota. Tidur dikamarku?”, ujar Nadia dengan nada sewot. Makin
tak mengerti kedua sahabat Nadia. “Uda, kerja. Tuh ada pak Putra”, ujar Nadia
sambil menunjuk pintu. Kedua sahabat Nadia buru-buru kembali ke meja kerjanya
masing-masing. Nadia dengan nada sewot membalas pesan Nathan, “Kok bisa si ke
luar kota saat aku sakit “, tulisnya dengan memasang icon wajah merah. Tak lama
ada balasan dari Nathan, “Maaf Nadia. Ini sudah jadwal aku bulan ini, aku engga
bisa batalkan karena ini penting, aku harus meninjau pembangunan hotel baruku
di Bali. Mungkin awal tahun depan sudah bisa dibuka untuk umum”. “Oke, kalau
gitu aku memang engga penting ya. Ya uda, bye”, balas Nadia merajuk. Lalu ada
telp masuk, nomor telephone Nathan. Nadia tidak mengangkat HP nya, dia memencet
tombol ignore. Lalu mematikan Handphonenya. Nadia kemudian berusaha melupakan
dengan tenggelam ke kerjaannya yang sudah menumpuk.
Sekembalinya
keluar makan siang, Nadia menemukan ada sebuah buket rangkaian bunga mawar
putih kiriman seseorang diatas mejanya. Lila dan Noni lalu mengerumuni Nadia,
“Ya ampun, so sweet banget si”, goda mereka. Nadia membaca pesan yang ada
dibuket bunga itu. “Kamu adalah wanita terpenting dalam hidupku, jangan pernah
ragukan itu. Yang kulakukan sekarang adalah untuk masa depan kita berdua. Aku
sayang kamu. Miss U so much. Love – Michael”. Nadia begitu terharu melihat
tulisan tulus Nathan, dia mencium bunga itu, kemudian menaruhnya disudut meja
kerjanya. Lalu dia membalas pesan Nathan ke no HP tunangannya itu. “Makasih
untuk bunganya. Maafkan aku yang bertindak tidak masuk akal. Kerja yang baik
ya, jangan nakal. Cepat kembali, aku rindu kamu juga”. Tak lama terdengar suara
panggilan di HP Nadia, Nadia
mengangkatnya dengan tersenyum setelah melihat siapa yang memanggilnya, “
Hallo”. “I miss U so much. Aku pulang dua hari lagi. Nanti aku akan menemuimu
setelah aku tiba di Jakarta. Ada yang mau kamu pesan disini?”, suara Nathan
begitu gembira diseberang sana. “Yang penting kamu cepat pulang aja”, ujar
Nadia setengah berbisik karena ia takut teman-temannya mendengar
pembicaraannya. “Ya, pasti. Tunggu aku ya. Ya sudah, aku mau meeting dulu.
Nanti malam aku telephone lagi ya. Bye sayang”, ujar Nathan menutup telpnya.
“Bye”, balas Nadia lalu ia menaruh handphonenya dan kembali bekerja lagi dengan
hati yang gembira.
Dua hari
kemudian, mba Weni bagian accounting datang ke ruangan kerja Nadia diikuti oleh
pak Putra. “Nad, bisa tolong aku engga untuk konfirmasi pembayaran yang harus
kita lakukan ke Hotel Zeus?”, ujar mba Weni. Nadia belum mengerti maksud mba
Weni. “Gini loh Nad, kan kemaren waktu kita pameran di Hotel Zeus, ada beberapa
biaya yang seharusnya engga masuk ke tagihan kita tapi kok ada”, ujar pak Putra
menjelaskan. “Ooo, tapi aku kan engga tau semuanya mba”, ujar Nadia ke mba
Weni. “Iya, aku uda klarifikasi ke bagian Marketing, sekarang aku konfirmasi ke
bagian GA. Aku nanya pak Putra, katanya data-datanya lebih banyak kamu yang
pegang”, ujar mba Weni menjelaskan. “Oh iya mba, ini semuanya ada disini. Ini
receipt yang aku tandatangani. Rencananya baru hari ini mau aku laporkan ke pak
Putra”, ujar Nadia kemudian menyerahkan sebuah map yang penuh dengan bill yang
tersusun rapi. Dia sudah merekap semua rincian biaya-biayanya. Mba Weni dengan
muka senang menerima map itu. “Coba semuanya sedetail kamu ya Nad, Marketing ni
nyusahin, kemaren aku disuruh merekap sendiri semua receipt mereka”, ujar mba
Weni lagi. “Eh, kamu bisa engga ikut aku ke Hotel Zeus hari ini, kebetulan aku
juga perlu teman dan aku perlu orang yang tau detailnya. Aku mau minta mereka
revisi invoice mereka”, ujar mba Weni lagi. “Iya Nad, mending kamu temani mba
Weni, soalnya yang untuk punya GA, kamu bisa konfirmasi ke mereka”, kata pak
Putra memperjelas. “Ya, ayo mba. Kapan mau jalan?. Pake mobil aku aja ya?”,
ujar Nadia bersemangat. Didalam otaknya, Nadia berpikir akan bertemu dengan
Nathan di Hotel Zeus nanti karena pria itu bilang hari ini ia akan ke kantornya
dulu sebelum menemui Nadia. “Waduh semangat amat ya. Ayo deh. Aku ambil
document dulu ya, kamu tunggu di lobi aja, nanti aku nyusul”, ujar mba Weni
ikut semangat. Nadia tersenyum lalu membereskan barang pribadinya dan mengambil
tasnya. Lalu ia berjalan menuju lobi, mengirimkan pesan ke HP Nathan
memberitahukan kedatangannya ke Hotel Zeus dan menunggu mba Weni disana lalu mereka
berdua menuju ke Hotel Zeus. Sesampainya dilobby Hotel Zeus, Nadia dan Weni
disambut dengan hangat. “Selamat siang bu Nadia, biar saya yang parkir mobil
ibu”, ujar seorang vallet yang membukakan pintu mobil Nadia. Nadia sudah cukup
dikenal oleh karyawan Hotel Zeus sejak perusahaannya pameran beberapa waktu
lalu. “Terima kasih ya”, ujar Nadia tersenyum. Kemudian ia memperhatikan vallet
itu memarkir mobilnya di area tertulis untuk management only. Nadia dan mba
Weni kemudian masuk ke Hotel Zeus naik ke lantai 9 tempat meeting mereka dengan
bagian keuangan. Nadia didalam hati berteriak gembira karena lantai 9 adalah lantai
ruangan kerja Nathan. Ternyata benar, mba Weni menuju ke ruang kerja Nathan.
Sesampainya didepan ruangan Nathan, terdapat ruangan sekertaris Nathan dan
ruangan dengan sofa tempat menunggu. Sekertaris Nathan terdiri dari dua orang,
seorang pria dan seorang wanita. Si pria yang bernama Andreas dan si wanita
bernama Rika. Andreas tersenyum pada Nadia dan mba Weni, “Selamat Siang bu
Nadia, anda bisa menunggu di ruangan kerja pak Nathan bu. Beliau sedang On the
Way dari airport sekarang”, ujar Andreas menjelaskan dan mempersilakan Nadia
masuk ke ruangan Nathan. “Engga usah mas, aku sama mba Weni mau ketemu bagian
keuangan, katanya kami disuruh ke lantai
9”, ujar Nadia menjelaskan. Mba Weni agak tidak mengerti maksud kata-kata
Andreas, kenapa mereka harus menunggu di ruangan Nathan sementara yang punya
ruangan tidak ada ditempat. “Oh iya, tadi bagian keuangan bilang mereka akan
menunggu pak Nathan dulu soalnya memang ada beberapa yang harus dikonfirmasi
ulang oleh pak Nathan. Mari bu, silakan tunggu di ruangannya aja”, kata Andreas
lagi sopan. “Engga usah lah, kita tunggu disitu aja deh. Bisa sambil baca
Koran”, ujar Nadia menunjuk ke ruang tunggu di dalam ruangan tersebut. Kemudian
Nadia dan mba Weni duduk disana. “Baik bu. Mau minum apa?”, tanya Andreas lagi
sementara Rika tampak sibuk dengan pekerjaannya, dia hanya sesekali tersenyum
pada Nadia dan mba Weni. “Apa aja boleh mas, keluarin aja semua”, goda Nadia.
Tak lama datang seorang wanita masuk ke ruangan itu. “Ini bu Nadia ya? Pasti
ini mba Weni. Nama saya Andien, saya bagian invoice”, ujar Andien
memperkenalkan diri. Mereka bersalaman dengan ramah. “Kalau gitu gimana kita
mulai aja mba Andien”, kata mba Weni lagi. “Sebenarnya aku masih mau nunggu pak
Nathan dulu si mba, dia sebentar lagi tiba. Boleh ya tunggu bentar lagi, dia
bilang si sekitar 15 menit lagi sampai”, ujar Andien menjelaskan. “Okelah”,
ujar mba Weni. Lalu datang seorang wanita muda dengan pakaian seksi dan
berkelas memasuki ruangan itu. Wanita itu tanpa menoleh berjalan menuju
Andreas, Nadia dapat melihat dari tempat ia duduk kalau muka Andreas langsung
berubah. Kelihatan ada tidak suka melihat kehadiran wanita itu. “Aku mau tunggu
di dalam ya. Nathan akan datang kan?”, tanya wanita itu dengan nada sombong.
“Maaf bu Lidya, tidak ada yang diperbolehkan masuk ke ruangan pak Nathan tanpa
seijin beliau”, ujar Andreas tegas. Tampak Rika mengangkat telephonenya dan
berbicara dengan seseorang lalu menutup telephonenya lagi. “Loh kenapa engga
boleh, aku pacar Nathan, otomatis aku bos kalian juga”, ujar wanita itu yang
tentu saja membuat kaget Nadia. Rika dan Andien memperhatikan reaksi Nadia,
sementara yang diperhatikan berusaha secuek mungkin, Andreas tetap mencegah
Lidya untuk memasuki ruang kerja Nathan. “Maaf ibu. Bukankah ibu yang
memutuskan hubungan dengan pak Nathan waktu pak Nathan hampir bangkrut? Kenapa
ibu kembali sekarang dan mengaku sebagai pacarnya”, ujar Andreas ketus. “Maaf,
silakan ibu meninggalkan ruangan ini atau saya harus memanggil security”,
ujarnya lagi. Tak lama ada dua orang security yang mendekati. “Kurang ajar ya
kamu. Lihat saja nanti, kalau Nathan datang, akan saya adukan kamu dengan
Nathan, biar kamu dipecat”, ancam Lidya. “Silakan saja adukan, yang ada pak
Nathan balik akan menuntut ibu mengembalikan semuanya, dan itulah seharusnya
yang ia lakukan dulu karena ibu hanya pembawa bencana saja buat kami semua”,
ujar Andreas makin ketus. Lalu kedua security itu mencoba memaksa Lidya meninggalkan
ruangan dengan memegangi kedua tangan Lidya, Lidya menepis tangan mereka dan
dengan kepala tetap ditegakkan, dia berlalu meninggalkan ruangan itu. Kemudian
datang OB yang membawakan minuman dan snack untuk Nadia dan Weni. Didalam
otaknya, Nadia bertanya-tanya mengenai wanita yang bernama Lidya. Andreas
sepertinya bisa membaca pikirannya, dia lalu mendekati Nadia dan memberikannya
sebuah majalah wanita terbaru. “Ini bu, dibaca ini aja. Maaf ya tadi ada hal
yang kurang menyenangkan, anggap aja gangguan keamanan. Wanita itu bukan
siapa-siapanya pak Nathan kok bu, dia hanya mengaku-ngaku saja”, katanya lagi.
Nadia tersenyum dan menerima majalah
itu. Dia berusaha setenang mungkin membolak balik halaman demi halaman majalah
itu walaupun ia tidak membacanya. Saat hampir habis semua majalah itu ia bolak
balik, datanglah wajah tampan yang dirindukannya, Nathan tersenyum penuh arti
memandang hanya kepada Nadia. Sebenarnya ia ingin memeluk gadis itu tetapi ia
menyadari situasinya karena mereka sedang ada di kantor dan ada beberapa orang
disekitar mereka. Nadia hanya tersenyum datar kepadanya, karena Nadia tiba-tiba
merasakan hatinya sakit sekali. Sepertinya ada rasa cemburu didalam hatinya.
“Sudah lama menunggu? Maaf ya, tadi sempat kena macet dan ada problem di loby
bawah”, seru Nathan sambil menyalami Nadia dan mba Weni. “Belum kok pak. Apa
bisa kita mulai pak meetingnya”, ujar mba Weni. “Mari ibu-ibu, bisa masuk
ruangan saya”, ujar Nathan kemudian membuka pintu ruangannya. Nadia, Andien dan
mba Weni masuk ke ruangan Nathan, ruangan kerja Nathan lumayan luas. Terdapat
sofa yang nyaman dan ada sebuah meja kerja lengkap dengan computer type terbaru
diatas meja Nathan. Andreas mencegah Nathan masuk, dia membisikkan sesuatu yang
membuat raut muka Nathan langsung berubah menjadi cemas. Pria itu lalu menatap
ke arah Nadia yang duduk agak dipojok sofa. Nathan langsung berjalan menuju
sofa disamping Nadia. Saat ia sudah duduk, Nadia bangun dari duduknya dan
bertukar tempat dengan mba Weni mendekati Andien. Nathan menjadi makin cemas
dengan tindakan Nadia, tapi ia berusaha seprofesional mungkin. Nadia sibuk
berbicara dengan mba Weni dan Andien, dia tidak memperhatikan Nathan sama
sekali padahal pria itu selalu menatap ke arahnya seakan memohon maaf. Beberapa
kali Nathan dan Nadia terlihat sedikit berdebat untuk hal-hal yang ada didalam
biaya-biaya, mba Weni dan Andien hanya bisa termangu melihat keduanya berdebat.
Akhirnya meeting berakhir dengan kesepakatan antara kedua belah pihak, invoice
akan direvisi dan tagihan akan dikurangi hampir 30% dari jumlah sebelumnya.
Tentu saja mba Weni senang sekali dengan jumlah tagihan revisi yang harus
dibayarkan perusahaan kepada Hotel Zeus ini karena jumlahnya menjadi lebih
sedikit. “Terima kasih banyak ya mba Andien, pak Nathan sudah bekerja sama
dengan kami”, ujar mba Weni senang. “Sama-sama ibu. Kami yang berterima kasih
telah memakai Hotel kami”, ujar Nathan senang. Nadia hanya tersenyum datar.
Mereka bersalaman, saat Nathan bersalaman dengan Nadia, Nathan berusaha menahan
tangan Nadia tetapi gadis itu buru-buru menarik tangannya. Kemudian Andien
diikuti mba Weni dan Nadia berjalan menuju keluar ruangan Nathan. Nathan
menarik tangan Nadia, menahan gadis itu, tetapi dia menepis tangan Nathan dan
buru-buru mempercepat langkahnya mendahului mba Weni. Nathan tidak bisa berbuat
apa-apa karena ia tau situasinya dimana dia sekarang dan dengan siapa. Akhirnya
dia menyerah tetapi Nathan berniat dia akan ke rumah Nadia malam ini untuk
menjelaskan semuanya. Nadia meninggalkan hotel Zeus dengan hati yang kesal
mengingat kejadian tadi, saat ada perempuan lain yang mengaku sebagai pacar
dari tunangannya. Saat ia kembali ke meja kerjanya, ia melihat bunga mawar yang
mulai layu lalu membuangnya ke tempat sampah. Teman-temannya saling memandang
memperhatikan tingkah laku Nadia. “Bunganya uda layu”, kata Nadia menjelaskan.
Lila yang berada disamping meja kerja Nadia melihat ke arah tempat sampah,
“Belum terlalu layu kok, sayang banget dibuang”. “Akh ribet, tempatku jadi
sempit”, ujar Nadia lagi, kemudian dia sibuk dengan pekerjaannya.
Teman-temannya tidak ada yang berani mengganggunya kalau dia sudah sibuk bekerja
karena yang ada hanya akan kena semprot omelan Nadia kalau mereka tetap
membantah ucapan Nadia. Gadis itu akan punya 1001 kata untuk membalas semua
ucapan teman-temannya.
Sore hari
saat untuk pulang bekerja, tiba-tiba Nadia mendapatkan telephone dari Maminya
di Bali. Nadia mengangkat telp Maminya, “Assalamualaikum mami, aku kangen mami,
tumben ni mami nyari aku”, ujar Nadia menyapa. “Waalaikumsalam warahmatullahi
wabarakatuh, Nadia, kamu pulang ke Bali ya nak, segera. Eyang sedang gawat, dia
masuk rumah sakit Sanglah sekarang. Eyang kena serangan Jantung sudah yang
ketiga kalinya. Tadi mami uda telephone nak Michael, dia akan datang menjemput
kamu sekarang nak, cepat ya sayang”, ujar mami diseberang telephonenya dengan
nada panic. Setelah menutup HPnya, Nadia buru-buru ke ruangan kerja pak Putra,
“Pak, saya cuti lagi ya. Eyang saya masuk rumah sakit di Bali dan sedang gawat.
Saya harus berangkat ke Bali sekarang”, kata Nadia sedikit berteriak. Pak Putra
yang mendengar hanya bisa mengangguk, lalu Nadia berlari ke meja kerjanya
mengambil tasnya. Lila dan Noni mendekati gadis itu, “Kenapa Nad?”. “Eyangku
gawat, aku harus ke Bali sekarang. Aku titip kerjaanku ya, sorry aku
buru-buru”, ujar Nadia menjelaskan sambil berlari. “Hati-hati Nad, kami doakan
yang terbaik ya buat eyangmu”, ujar pak Putra didepan ruangannya. “Bye Nad, ada
apa2 telp ya”, teriak Lila. Nadia dengan terburu-buru menaiki Lift dan menuju
Lobby. Ada telp masuk di HPnya, Nathan yang menelphone, rupanya mobil pria itu
sudah memasuki Lobby kantor Nadia. Nathan mematikan HPnya saat melihat Nadia
dan ia membukakan pintu mobil untuk Nadia, kemudian mereka dengan diantarkan
oleh supir Nathan meluncur menuju bandara dan segera terbang ke Bali. Sepanjang
perjalanan, Nadia tampak cemas dan Nathan berusaha menenangkan tunangannya itu.
Sesampainya di rumah sakit, Nadia dan Nathan langsung menuju ruangan gawat
darurat, tapi rupanya eyang sudah mulai sadar dan dipindahkan ke ruangan VIP.
Nadia bertemu dengan mami dan papinya diruangan tempat eyangnya dirawat. Mami Nadia
langsung menangis saat memeluk Nadia. Nathan menyalami papi Nadia dan mencium
tangan papinya dan eyangnya lalu berbincang-bincang dengan mereka mengenai
keadaan eyang Nadia. Keluarga Nathan rupanya telah tiba lebih dulu, papi Nathan
dan eyangnya telah ada diruangan itu saat mereka tiba. Tak lama eyang memanggil
Nadia dan Nathan mendekat. “Nadia, Nathan…..kalian ……telah datang. Sekarang ….
Sudah….. bisa…… dimulai…… kan acaranya”, ujar eyang terbata-bata. Semua
mengangguk, tak lama masuk seorang pria dengan berpakaian jas lengkap mendekati
mereka semua. Nadia dan Nathan saling memandang tak mengerti. “Nathan,
permintaan eyang Nadia yang terakhir adalah meminta kalian menikah di
hadapannya sekarang. Ini adalah bapak penghulu yang akan menikahkan kalian
berdua”, ujar papi Nathan menjelaskan. Nadia dan Nathan makin tak mengerti,
tetapi mereka berdua tidak berani membantahnya. Kemudian acara ijab Kabul
benar-benar terjadi, Nathan menikahi Nadia dihadapan eyangnya yang sedang
sekarat dan dihadapan keluarga mereka. Eyang begitu bahagia karena telah
memenuhi janjinya dan eyang Nathan mendekati eyang Nadia, “Kuncoro, sekarang
janji kita berdua terpenuhi ya. Semoga mereka menjadi keluarga yang sakinah,
mawadah, warahmah ya”, ujar eyang Nathan kepada eyang Nadia. Yang diajak
berbicara hanya tersenyum lalu dengan terbata-bata ia mengucapkan kedua kalimat
syahadat yang tidak begitu jelas terdengar diikuti dengan bunyi alarm garis
untuk tanda kehidupannya. Eyang Nadia telah pergi untuk selamanya dengan senyum
bahagia diwajahnya. Pecah tangis Nadia dan maminya diruangan itu. Papi Nadia
memeluk maminya yang langsung lunglai sementara Nathan memeluk Nadia yang
sekarang resmi menjadi istrinya.
Pemakaman
eyang Nadia dilakukan esok harinya karena hari telah larut saat jenazahnya tiba
dirumah duka. Banyak yang datang melawat dan membantu keluarga Nadia mempersiapkan
segala keperluan pemakaman. Esoknya banyak relasi, kerabat dan keluarga yang datang
mensholati eyang Nadia serta mengantarkannya keperistirahatannya yang terakhir.
Keluarga Nadia mendapatkan perhatian dari banyak orang dikarenakan memang
mereka semua selalu ramah pada semua orang dan selalu menolong siapapun yang
membutuhkan mereka maka tak heran orang yang datang melawat tiada
henti-hentinya. Banyak rangkaian bunga duka cita dari kolega mereka dan juga dari
rekan-rekan bisnis Nathan. Mereka agak sedikit bingung juga waktu mengucapkan
kepada Nathan, karena disatu pihak dia baru menikah dilain pihak keluarga
istrinya sedang berduka. Ada satu rangkaian bunga dari perusahaan Nadia
dikarenakan kebetulan bos besar Nadia merupakan salah satu kolega eyang Nadia.
Setelah
menggelar 7 hari selamatan eyangnya, Nadia dan Nathan kemudian pamit kepada
kedua orang tua mereka untuk kembali kerutinitas mereka di Jakarta. Surat Nikah
mereka rupanya sudah selesai sehingga mereka berdua memang sudah resmi menikah
walaupun selama mereka menikah mereka belum menjalaninya dengan sepenuhnya.
Nadia masih tinggal dengan orang tuanya sedangkan Nathan masih pulang ke rumah
eyangnya. Hari ini mereka berdua menaiki pesawat pagi menuju Jakarta. Nadia dan
Nathan dijemput oleh supir Nathan menuju kediamannya dikawasan pinggir kota.
Tempat tinggal Nathan tidak begitu jauh dari Bandara sehingga mereka sebentar
saja telah tiba di depan rumah Nathan. Mereka berdua memasuki rumah Nathan yang
tampak asri walaupun tidak besar. “Kamu sekarang tinggal disini ya. Barangmu
udah dipindahkan kemaren oleh orang-orangku. Kamar kamu di atas di depan,
kamarku disebelahnya. Aku tau kamu masih membutuhkan waktu, jadinya aku tidak
akan memaksa apapun ke kamu”, ujar Nathan menjelaskan. Nadia hanya tersenyum.
Lalu dia berjalan mengikuti Nathan menuju kamarnya dilantai dua rumah itu. Dari
kamarnya, Nadia dapat melihat lingkungan sekitar dan Nadia sangat menyukai
kamar barunya. Ia menemukan semua barangnya telah tersusun rapi sama percis
dengan dirumahnya, bahkan rumah barbienya yang telah ia miliki bertahun-tahun
ada dipojokkan kamarnya sekarang. Nathan mengetuk pintu kamar Nadia pelan,
Nadia menoleh kepadanya. “Sepertinya hari ini kamu bisa istirahat, mumpung hari
minggu kan? Besok aku akan pulang malam ya, soalnya kerjaanku banyak yang
menumpuk aku tinggal seminggu kemaren”, ujar Nathan lembut, sementara Nadia
yang diajak berbicara hanya diam dan mulai menitikan air mata. “Eh Nad, kenapa
kamu menangis??. Iya, besok aku engga lembur deh ya”, ujar Nathan lagi. “Ih,
kamu GR amat, hik hik hik, aku menangis bukan karena itu, hik hik hik, karena aku
tiba-tiba ingat eyang, aku ingin berbicara dengannya”, ujar Nadia terbata-bata
sambil menangis. Nathan tersenyum lalu ia memeluk Nadia, maka pecahlah tangis
gadis itu didalam pelukan Nathan. “Ya sudah, banyak kirim doa aja ya sayang,
jangan dinangisin terus”, ujar Nathan lebih lembut. Nadia melepaskan pelukan
Nathan, dan ia lebih tenang sekarang, “Kamu uda mandi belum si? Kok bau”,
ledeknya diantara tangisnya. Nathan mengendus bajunya, ternyata baju dan tubuhnya
wangi parfum sama sekali tidak bau. “Eh, nangis masih bisa godain orang ya”,
ujar Nathan gemas setelah ia melihat Nadia tersenyum dan berlari ke lantai
satu. Nathan mengejar gadis itu dan memeluknya erat setelah ia menangkapnya.
Mereka tertawa riang hari ini. “Dengar ya nyonya Michael Nathan Utama, kita
mulai semuanya dengan pelan-pelan, kita pacaran dulu diawal pernikahan kita
ini, nanti akan kubuatkan pesta yang meriah untukmu setelah kita melewati masa
berkabung, setuju?”, ujar Nathan kepada Nadia. Nadia memandang wajah suaminya
dan mengangguk. Nadia melepaskan pelukan Nathan dan berjalan menuju dapur
rumah, lalu ia mulai memasak mie instan kesukaannya yang ternyata ada dilemari
stock di dapur. Nathan kemudian duduk diruang keluarga dan menyalakan TV lalu
membaca korannya. Setelah Nadia selesai memasak 2 mangkok mie, ia menyediakan
kepada Nathan dengan dua gelas air jeruk manis dan 2 gelas air putih untuk
minum. “Waaaa,, enak sekali”, kata Nathan memuji dan dengan lahap ia memakan
sarapannya. Nadia tersenyum dan iapun melahap habis mie instannya. Setelah
habis semua mereka lahap, kemudian Nadia membereskan semua piring kotor,
mencucinya dan menyimpannya kembali ke rak piring. Nadia selalu apik dalam
segala hal. Semetara Nathan hanya tidur-tiduran disofa didepan TV sambil sekali
kali ia memindahkan chanel TV. Nadia membuka lemari pendingin dan menemukan
buah-buahan segar disana, lalu ia mengambil beberapa buah, mengupas dan
memotong-motongnya, menaruhya di piring dan melengkapinya dengan garpu. Piring
itu ia taruh diatas meja di depan Nathan, yang langsung bangun dan mengambil
garpu untuk memasukkan potongan buah ke mulutnya lagi. “Aduh bisa gendut aku
kalo begini terus”, katanya sambil dengan lahap menyantap potongan buahnya.
Nadia tersenyum lalu tiba-tiba ia teringat pada wanita yang bernama Lidya.
“Siapa Lidya?”, ujarnya yang membuat kaget Nathan. Nathan menaruh garpunya lalu
menjawab dengan jujur, “Lidya adalah masa laluku. Aku dulu pernah tergila-gila
sama dia sampai aku melupakan segalanya. Dia selalu membuatku melalaikan
pekerjaanku, menguras semua tabunganku bahkan dia hampir saja membuatku
bangkrut. Dia hampir menjual rahasia hotelku kepada hotel lain, tapi untungnya
management hotel itu teman baikku dan ia yang membuka mataku mengenai kelicikan
Lidya. Andreas adalah temanku dan sekertarisku yang setia dan dia juga yang
selalu mengingatkanku bahwa masih ada karyawan yang percaya aku bisa bangkit,
disaat aku hampir terpuruk karena banyak karyawan yang memutuskan untuk
berpindah ke Hotel lain. Lalu eyang kamu dan eyangku, mereka berdua adalah
penyemangatku dan juga penyandang dana terbesarku untuk bangkit. Aku menjual
rumah lamaku untuk menutupi kerugianku karena ulah Lidya, Lidya sering
mengambil uang Hotel dengan membuat Note atas namaku, sehingga aku harus
melunasinya. Aku bisa menuntutnya karena aku punya bukti dia memalsukan
tandatanganku, ada rekaman CCTV yang memperlihatkan dia mencuri data di
komputerku dan rekaman suara yang memperdengarkan dia menjual rahasia hotelku
kepada orang lain”, ujar Nathan panjang lebar. Nathan berhenti sejenak melihat
reaksi Nadia, dan Nadia dengan isyarat tangannya ia menyuruh Nathan meneruskan
ceritanya. “Hampir saja ia menyelakaiku dengan memberikan minuman yang dicampur
obat perangsang kalau saja Andreas tidak datang menyelamatkanku, mungkin hari
ini aku masih terjerat oleh perangkapnya. Dia hamil oleh pria lain dan ia butuh
korban untuk menutupi aibnya. Andreas menyelidiki Lidya sejak pertama ia
mengenalnya karena teman Andreas mengenali Lidya yang telah menghancurkan
bisnis temannya. Waktu itu kamu lihat sendiri bagaimana Andreas menentang
Lidya, karena ia tau borok Lidya. Karena Lidya tidak bisa memperdayaku, dia
meninggalkanku dan mencuri data
perusahaanku yang hampir membuatku bangkrut dan terakhir aku dengar kabarnya
dia mengaborsi anaknya di Luar Negeri”, ujar Nathan lagi. “Kamu tenang saja,
dia tidak akan mengangguku ataupun kita sekarang, pengacaraku sudah memberikan
peringatan padanya untuk tidak mendekatiku ataupun semua keluargaku bahkan
Hotel Zeus dan rumah ini, karena kalau dia sampai melakukannya lagi, kami akan
menuntutnya dengan kasus pencurian data itu. Aku pernah menyuruh pengacaraku
untuk menuntutnya dulu tapi ibunya yang sudah renta datang menemuiku dan
memohon agar aku tidak memenjarakan anaknya. Begitulah seorang ibu, walaupun ia
tau anaknya bersalah, ia akan selalu membelanya walaupun aku dengar Lidya juga
selalu kasar pada ibunya. Begitulah masa laluku, dan sekarang kamulah masa
depanku”, Nathan mengakhiri ceritanya. Nadia tersenyum dan mengangguk, ia
kemudian mendekati Nathan dan memeluknya erat. “Aku percaya padamu, apapun yang
terjadi”, bisiknya. Nathan tersenyum dan ia mendekatkan wajahnya dan mencium
bibir Nadia. Mereka berdua berciuman dengan mesra sekali dan mereka kini menjadi
pasangan yang sebenarnya. Akhirnya keduanya memutuskan untuk selalu bersama
dikarenakan mereka memang telah mulai saling mencintai.
Esoknya
Nadia dengan diantarkan Nathan berangkat menuju kantornya. Sebelum ia keluar
mobil, Nathan mencium kening Nadia, “Nanti sore aku jemput ya” dan Nadia
mengangguk. Kemudian saat mobil Nathan meninggalkan lobby, Lila yang baru
datang mendekatinya lalu memeluk Nadia. “Turut berduka cita ya neng. Maaf ya
aku tidak bisa ke Bali, soalnya engga bisa ninggalin kerjaanku kemaren dan
biasa, lagi tanggung bulan juga”, ujarnya polos. “Engga apa kok, doanya uda
cukup” katanya sambil tetap memeluk Lila masuk menuju ke ruangan kerjanya. Sesampainya
di ruangan kerja, pak Putra dan yang lainnya menyalami Nadia mengucapkan turut
berduka cita. Noni juga memeluk Nadia erat dan mengucapkan penyesalan tidak
dapat mendampingi Nadia. Nadia berterima kasih pada semuanya. Tak lama datang
pak Henry Wijaya, bos besar di kantor Nadia masuk ke ruangannya. “Nadia, saya
turut berduka cita ya atas meninggalnya pak Kuncoro. Maaf saya tidak datang
karena saya sedang tugas di Ausi kemaren itu baru pulang minggu sore kemaren”,
ujarnya sambil menyalami Nadia. “Terima kasih banyak pak, terima kasih untuk
doa dan rangkaian bunganya, indah sekali dan kami membawanya ke makam eyang
karena rangkaian bunganya indah dan awet sekali”, kata Nadia tulus. “Mungkin
agak gimana ya, tapi saya juga mengucapkan selamat atas pernikahanmu dengan
Michael. Dia rekan bisnis yang paling hebat, karena masih muda tetapi mau dan
mampu bekerja keras dan bisa bangkit dari keterpurukannya. Kamu pasti sudah tau
ceritanya, suamimu benar-benar hebat”, puji pak Henry Wijaya. “Terima kasih
pak, saya amat bersyukur Tuhan memberikan saya yang terbaik”, ujar Nadia dengan
bangga. Teman-temannya saling memandang karena mereka tidak tau kalau Nadia
sudah menikah. Pak Putra tersenyum karena rupanya dia telah tau ceritanya dari
pak Henry Wijaya. Kemudian pak Henry Wijaya pergi meninggalkan mereka semua
menuju ruang kerjanya. “Selamat ya Nad, ternyata itu toh kenapa ada di sana
waktu itu”, ujar pak Putra penuh rahasia dan tersenyum menggoda. “Terima kasih
pak. Sepertinya uda tau ya pak?”, ujar Nadia malu-malu. Lila dan Noni memeluk
sahabatnya lagi, “Curang ya, menikah engga kasih tau kita”, omel Lila.
Teman-teman lainnya memberikan selamat kepada Nadia. “Siapa suamimu?”, tanya
Noni penasaran. “Kalian kenal kok sama suamiku”, ujar Nadia penuh misteri.
“Kenal? La kamu aja belum pernah mengenalkan kok. Yang tadi mengantarkan kamu
kan? Tapi kok aku mengenali mobilnya tapi lupa dimana ya?”, ujar Lila juga
penasaran. Nadia tersenyum penuh arti lalu menuju ke meja kerjanya. Kemudian
sebentar saja ia telah sibuk membereskan pekerjaannya.
Seminggu
sudah Nadia diantar jemput oleh Nathan tetapi teman-temannya belum ada yang
berkesempatan bertemu Nathan. Mereka masih belum menyadari kalau Michael dan
Nathan adalah orang yang sama karena namanya berbeda. Keluarga dan Rekan bisnis
semua memanggilnya dengan nama Michael sedangkan sejawat dan karyawannya
memanggilnya dengan nama Nathan. Nadia sudah menceritakan tentang bagaimana
penasarannya Lila dan Noni kedua sahabatnya untuk bertemu dengan Michael dan
Nathan memberikan ide agar hari libur ini untuk mengundang kedua sahabatnya
main ke rumah dan Nadia menyetujuinya. Undangan itu begitu disambut gembira
kedua sahabatnya bahkan sampai Wahyu dan Deni mereka ajak untuk bertemu dengan
Michael. Hari yang dinantikan tiba, sabtu pagi Lila, Noni, Wahyu dan Deni
berkumpul di Kafe sebelum mengendari mobil Wahyu menuju rumah baru Nadia. Nadia
telah memberitahukan alamat rumahnya yang baru pada mereka. Tak sulit mencari
rumah Nadia karena hampir semua orang komplek mengenal Michael karena pria itu
selalu bergaul dengan lingkungannya. Sesampainya didepan rumah, mereka berempat
dibukakan pintu oleh Nathan. Keempatnya kaget melihat Nathan ada di rumah itu.
“Kok ada pak Nathan? Kita engga salah alamat kan?”, seru Lila dan Noni
bersamaan. Nathan tersenyum lalu mempersilakan mereka masuk. Mereka berempat
memasuki rumah Nathan dan Nadia dengan rasa kaget dan penasaran. Lalu muncul
wajah yang amat mereka kenal, Nadia yang memakai gaun santainya dengan cantik.
“Gimana? Engga nyasar kan nyampe sini? Gampang kan?”, tanyanya menyerocos
setelah melihat keempatnya. Kemudian Nathan berdiri di belakang Nadia lalu
memeluk pinggang Nadia mesra. “Loh kok?”, semakin penasaran keempat sahabat
Nadia, sementara Nadia dan Nathan hanya tersenyum. “Teman-temanku yang baik,
ini Michael, suami aku. Namanya Michael Nathan Utama. Jadi aku adalah nyonya
Michael Nathan Utama sekarang”, ujar Nadia menjelaskan. “Hah?? What?? Jadi
sejak pameran itu kalian uda bersama??”, ujar Lila dan Noni serempak.
“Hahahaha, maaf ya engga cerita soalnya nyonya ini engga mau ngasih tau dulu,
masalahnya nyonya ini masih engga mau bersamaku. Kami belum bisa membuat pesta
karena nyonya ini masih berkabung. Jadi nanti saat pesta pernikahan kami, kami
mohon banget kalian berempat menjadi panitianya”, ujar Nathan tertawa. “Harus,
aku harus jadi panitia, kalau engga, nyonyamu itu bakalan aku gundulin”, ujar
Lila judes tetapi ia tersenyum senang. Lila dan Noni memeluk Nadia bersamaan.
Noni lalu mengitiki pinggang Nadia dan berbisik, “Kenapa engga ngasih tau si
kalau dia itu tunanganmu? Aku kan jadi malu pernah cerita naksir dia”. “Ya maaf
non. Abis aku juga baru taunya pas masuk rumah sakit. Tau engga soal butterfly
itu, ini orang kurang kerjaan, pulang pergi Malaysia hanya buat beli butterfly
itu. Sekarang jadi property deh, padahal kalau tau, aku bawa kabur pulang”,
ujar Nadia sedikit sewot. “Hah? Wow hebat bro”, puji Wahyu dan Deni berbarengan
sambil mengajukan jempol mereka. “Maklum, bro. Masa PDKT, apapun dilakukan”,
ujar Nathan sambil tersenyum. Nadia lalu mencubit pinggangnya dan Nathan
menjerit pelan kesakitan. Tak lama datang pelayan yang membawakan mereka minum
dan snack. Akhirnya mereka semua tenggelam dalam keakraban tulus para sahabat.
Kaum wanita mengelilingi rumah dan kaum pria sibuk bermain PS 2, tentu saja
bermain game bola. Hari itu diakhiri dengan senyum bahagia semua orang yang
hadir, kecuali pelayan rumah yang harus bekerja keras membereskan sisa-sisa
pesta kecil tuannya.
Dua bulan
kemudian, Nadia dan Nathan telah menentukan kapan pesta pernikahan mereka akan
dilangsungkan. Mereka akan melangsungkan pesta diakhir bulan di Hotel Zeus.
Tentu saja yang sibuk mempersiapkan adalah sahabat-sahabat mereka, bahkan
Andreas dan Rika bersikeras membantu pesta pernikahan keduanya. Nadia dan
Nathan sangat berbahagia dikarenakan mereka dikelilingi oleh sahabat-sahabat
yang tulus menyayangi mereka. Hari H itu tiba, banyak hadirin yang datang
mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Mereka amat mengagumi pengantin
karena mereka berdua memang serasi sekali. Keluarga Nadia dan Nathan semuanya
hadir dalam pesta itu. Mami dan Papi Nadia sangat bangga karena menantu mereka
adalah orang baik dan memang yang terbaik untuk putri tunggal mereka. Konsep
pernikahan Nadia dan Nathan adalah keluarga sehingga mereka tidak duduk
disinggasana tetapi mengelilingi tamu-tamu mereka dan bercengkrama akrab dengan
tamu-tamu mereka, itu lah yang membuat pesta mereka menjadi makin meriah.
Setelah waktu yang cukup lama, satu persatu hadirin meninggalkan tempat pesta.
Tinggal keluarga dan sahabat-sahabat yang menjadi panitia yang masih tinggal.
Mereka bercengkrama bersama pengantin dengan semakin leluasa. Saat Nadia sedang
bercanda gurau dengan Lila, tiba-tiba ia merasakan perutnya sakit sekali, Lila
panic melihat sahabatnya tiba-tiba sakit memegangi perutnya. Lila menjerit
memanggil Nathan yang berlari menuju istrinya dan membopongnya saat tiba-tiba
Nadia pingsan. Makin panic semua orang yang hadir. Segera saja Nathan dan
sahabat-sahabat Nadia membawanya ke rumah sakit terdekat. Semua berharap cemas
menunggu Nadia yang sedang diperiksa oleh dokter jaga di ruang gawat darurat.
Tak lama terlihat dokter wanita datang memasuki ruangan tempat Nadia diperiksa.
Nathan makin cemas melihatnya begitu juga kedua orang tuanya dan kedua orang
tua Nadia serta sahabat-sahabatnya, Lila, Andreas, Noni, Wahyu, Deni dan Rika
yang mengantar. Tak lama dokter wanita itu keluar dari ruangan dengan tersenyum
kepada mereka semua yang menunggu dengan cemas. “Siapa suaminya?”, ujar dokter
itu. Nathan mendekat, “Saya suaminya dok. Ada apa dengan istri saya dok? Dia
engga apa kan? Apa dia kecapean ya?
Soalnya pesta ini baru kami adakan setelah kami menikah 2 bulan dok, makanya mungkin
dia memaksakan dirinya”, ujar Nathan cemas. “Oh pantesan. Selamat ya pak, jaga
istri bapak baik-baik. Dia sedang hamil 4
minggu. Masuklah, istri anda ingin bertemu tetapi satu-satu ya, karena
ia perlu istirahat untuk ibu dan janinnya”, ujar dokter itu sambil menyalami
tangan Nathan. Muka Nathan langsung berubah gembira, begitu juga dengan
keluarga dan sahabat yang datang. Mereka berteriak memanjatkan Syukur kepada
Tuhan dan memberikan selamat kepada Nathan. Nathan lalu memasuki ruangan tempat
Nadia dirawat dan ia melihat istrinya itu tersenyum melihat kehadirannya. “Oh
sayang, harusnya kamu beritahukan aku biar engga jadi gini keadaannya. Akh
anakku, cepat lah tumbuh agar aku bisa melihatmu”, ujar Nathan memeluk Nadia
dan berbisik diperut Nadia. Nadia tersenyum, akhirnya kebahagian menjadi milik
mereka berdua dan mereka berharap menjadi keluarga yang bahagia sampai akhir
hayat memisahkan mereka.
The end
0 komentar:
Posting Komentar