Selasa, 25 Maret 2014


KISAH CINTA NADIA


“Eyang, yang bener aja coba. Masa si aku mesti tunangan sama orang yang belum pernah aku lihat?”, rengek Nadia sambil memperhatikan cincin emas putih pertunangannya yang baru dia terima via kurir sore tadi. Suara eyang tegas sekali terdengar dari seberang Handphonenya, “Kamu harus menerimanya agar eyang bisa mati dengan tenang karena telah memenuhi janji eyang kepada sahabat lama eyang. Bila tiba saatnya, Michael akan menemuimu, saat ini tunanganmu sedang berpergian keluar kota untuk urusan bisnis. Jadi eyang minta kamu mau memenuhi permintaan eyang untuk kali ini, bertunangan dengan Michael, tanpa bantahan”. Tak lama terdengar suara handphone eyang dimatikan. Nadia menangis kesal. Dia merebahkan tubuhnya diatas pembaringan dan menangis dalam tidurnya. Nadia memang tinggal sendiri di kota Jakarta ini sedangkan orang tua dan keluarganya jauh tinggal di Bali. Keluarganya hijrah ke Bali beberapa tahun lalu sementara Nadia dikarenakan telah memiliki pekerjaan tetap sehingga memilih untuk tetap tinggal di Jakarta walaupun sebatang kara. Kesal sekali Nadia mendapatkan telp dari Eyangnya malam itu, sehingga pagi harinya ia bangun dengan mata yang sembab karena tangis. Setelah menenangkan dirinya, ia mulai menggerakkan tubuhnya menuju kamar mandi. Untung hari ini hari minggu setidaknya ia tidak akan terlihat dengan mata sembab saat bekerja. Nadia berencana menenangkan dirinya dengan berolah raga di taman kota, menghirup udara segar tanpa polusi dikarenakan hari ini adalah hari car free day. Kembali ia melirik cincinnya yang masih ada dikotaknya di atas meja ruang tamu. Nadia berjalan mendekati cincin itu dan mengeluarkan cincin itu serta memperhatikan tulisan yang ada di dalamnya. Tertulis disana huruf MNU love NVP. “Michael N U ?? what’s ?? Nasi Uduk?? Hehehe”, cekikiknya. Ia mencoba cincin itu dijari manis tangan kirinya dan ternyata cincin itu pas sekali disana. “Hah?? Kok bisa fit ya??”, gumamnya heran. Taklama terdengar bel pintu ditekan, “DING DONG”. “Bentar”, teriaknya sambil berlari menuju pintu rumahnya. Rumah Nadia lumayan elok, walaupun kecil tetapi cukup untuk dirinya bernaung dibawahnya. Lagipula rumah itu dibelikan eyangnya sebelum mereka hijrah agar Nadia tak perlu kos ditempat lain. Saat Nadia membuka pintu, ada senyum konyol disana, senyum milik Lila sahabatnya. “Kirain belum bangun neng, gimana? Jadi engga mau jalan? Eh matamu kenapa? Nangis”, cerocos gadis manis itu. “Engga, Cuma lagi agak kurang tidur aja, ayo. Bentar, aku ambil sepedaku dulu ya”, kata Nadia kemudian berlari mengambil barang-barang keperluannya dan sepedanya. Setelah mengunci semua pintu, kedua sahabat itu mengayuh sepeda mereka menuju taman kota. Nadia rupanya sedikit melupakan kekesalannya tadi malam, sehingga mereka berdua dapat tertawa lepas sepanjang hari libur mereka.
Pagi hari saat untuk memulai aktivitasnya, sepertinya Nadia terkena demam “I Hate Monday”. Berat sekali ia memaksakan dirinya memulai harinya. Selesai sholat shubuh tadi sempat Nadia berniat tidak masuk kantor hari ini, namun ia memaksakan dirinya untuk bergegas berangkat bekerja. Sesampainya di kantor, Nadia menyempatkan diri melongok ruangan kerja pak Putra, managernya yang lumayan ganteng dan baik hati. Ruangan Pak Putra masih kosong, biasanya dia sedang duduk diatas meja kerjanya di depan Laptopnya dan ditemani secangkir kopi manis yang siap diseruputnya sewaktu  waktu. Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya, “Kenapa kamu? Nyari saya?”, rupanya pak Putra sudah berdiri di belakang Nadia. “Engga pak, Cuma lagi nyari inspirasi buat kerja”, kata Nadia nyengir dan langsung kabur ketempatnya. Pak Putra hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Nadia. Pak Putra tidak akan bisa marah kepada Nadia karena gadis itu selalu melakukan tugasnya dengan memuaskan. Tiba-tiba Handphone pak Putra berbunyi dan pak Putra segera menjawabnya. Tak lama ia bergegas menuju ke ruangan Nadia dan teamnya. “ Nadia, Lila, dan Wahyu. Kalian bertiga ikut saya meeting dengan bagian Marketing. Mereka akan pameran di Hotel Zeus dan kita diberi tugas membuat acara sampai dekorasi untuk mereka. Ayo, detailnya saya jelaskan di mobil”, ujar pak Putra bersemangat. Nadia, Lila dan Wahyu segera bergegas mengemasi keperluan mereka dan berlari ke arah pak Putra untuk mengikuti meeting dengan Marketing di Hotel Zeus. Mereka berempat menggunakan mobil pak Putra menuju Hotel Zeus dan bertemu dengan bagian Marketing disana. Didalam sebuah ruangan meeting, telah ada beberapa orang Marketing dan pak Andre manager mereka. Senyum hangat menyambut team General Affair (GA) – team Nadia dan teman-temannya. Setelah mereka semua duduk ditempatnya, tak lama masuk sejumlah orang-orang berjas dan mereka begitu elok dengan pakaian mereka. “Selamat Siang bapak-bapak dan ibu-ibu. Perkenalkan, saya Nathan Utama, dan saya adalah CEO Hotel Zeus ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk meeting ini”, ujar pria berjas yang amat tampan. Mata Lila dan beberapa teman perempuan Nadia semua terbelalak memperhatikan penampilan si tampan yang amat berkelas. Hampir semua wanita – kecuali Nadia -  tidak konsentrasi mengikuti meeting di ruangan itu karena mereka lebih memperhatikan CEO Hotel Zeus. Saat team Hotel Zeus sedang presentasi, Nadia benar-benar memperhatikan detail bahan presentasi mereka dengan sambil memain-mainkan cincin yang ada dijari manisnya. Cincin pertunangan yang tidak bisa ia lepaskan. Sampai saat Nadia merasa ada yang memperhatikan, tak sengaja dia menatap ke arah Nathan yang pada saat yang bersamaan sedang memperhatikannya. Senyum tersungging dibibir pria tampan itu dan senyum itu manis sekali. Nadia membalas senyumnya dan saat dia menoleh ke arah Lila yang sedang duduk di sampingnya, Nadia melihat Lila seperti salah tingkah. “Akhh rupanya tersenyum pada Lila”, bathin Nadia. Kembali gadis itu memperhatikan presentasi itu lagi. “ Oke bapak dan ibu, sepertinya sudah saatnya makan siang. Mari silakan menikmati makan siang di restaurant kami”, ujar Nathan menutup meeting hari ini. Semua bertepuk tangan dan bergegas menuju ke restaurant Hotel Zeus.  Tinggal Nadia yang masih sibuk mengemasi barang-barangnya karena rupanya hanya dia yang mencatat semua detail meeting hari ini, sementara teman-temannya sibuk dengan hal-hal lain. Setelah selesai mengemasi barang bawaannya, semua teman Nadia telah meninggalkan ruangan dan rupanya Nathan masih menunggu Nadia diujung pintu keluar. “Ada yang bisa saya bantu bu?”, Tanya Nathan sopan saat Nadia berjalan menuju pintu. “Engga kok pak, sorry lama, soanya shutting down Notebookku lama”, ujar Nadia menjelaskan. “Mari bu, ke restaurant kami. Banyak menu pilihan yang bisa dicoba”, ajak Nathan ramah sambil berjalan disamping Nadia. Mereka berjalan melewati lobi Hotel dan banyak mata yang memandang mereka takjub dikarenakan keduanya tampak serasi apabila jalan berdua. Nadia agak risih dengan pandangan mata orang-orang itu. Dia pura-pura mengangkat Handphonenya dan dengan isyarat dia meminta izin berjalan menjauh dari Nathan. Nathan tersenyum, dan dia sepertinya menunggu Nadia yang pura-pura menerima telp di handphonenya. Sepertinya Nathan tahu taktik Nadia, dia sengaja mendekati Nadia yang telah selesai berbicara dengan HPnya. “Mari, saya tunjukkan restaurantnya”, ajak Nathan ramah lagi. Nadia serba salah, dia kesal sekali karena pria ini tidak mau meninggalkannya sendiri. Dengan terpaksa, Nadia mengikuti Nathan memasuki restaurant yang dimaksud. Nadia mengambil menu untuk masakan Tradisional, dia suka sekali soto banjar yang disediakan restaurant ini. Rupanya Nathan masih mengikuti gadis itu, dia memilih menu yang sama dan duduk dimeja yang sama dengan Nadia. Sempat teman-teman Nadia dan beberapa staff Hotel Zeus berbisik bisik membicarakan keanehan mereka berdua. Setelah makan siang, semua kembali ke rutinitas mereka sebelumnya. Ada tatapan aneh dari Nathan saat mengantarkan Nadia dan teamnya memasuki mobil mereka. Senyum Nathan penuh arti sekali.
Telah tiba saat yang dinantikan, besok adalah hari H untuk acara peringatan Ulang tahun perusahaan dan pameran Marketing perusahaan Nadia. Hari ini adalah hari kerja keras team GA, Nadia tampak diantara mereka, mengerjakan pekerjaannya sesuai rencana. Nadia benar-benar sibuk mempersiapkan semuanya dan dia ingin semua menjadi sempurna sesuai yang diinginkan. Teman-temannya mengikuti semua saran Nadia, hingga bisa dibilang Nadia seperti mandor yang menyuruh teman-temannya melakukan tugas mereka. Saat sedang sibuk-sibuknya, nampak Nathan memasuki ruangan hall tempat diadakan acara pameran. Matanya mencari cari dan segera ia menemukan orang yang dicarinya, Nadia yang tampak sibuk dengan segala konsepnya. “Lila, itu jangan ditaruh disitu dong, pindahkan aja lah ke bagian sana”, teriaknya, sementara Lila yang tampak mulai lelah memanyunkan bibirnya menanggapi perintah Nadia. “Ada yang bisa aku bantu? Boleh aku panggil nama aja? Nadia kan? Kalo pake ibu kayanya tua banget ya?”, sapa Nathan mengejutkan Nadia. “Oh, anda. Silakan, panggil nama aja. Engga apa kok pak Nathan, sudah bisa ke handel semuanya, terimakasih sudah menawarkan bantuan”, jawab Nadia sopan. “Panggil Nathan saja. Sepertinya konsep pameran kali ini kembali ke alam ya? Sesuai dengan semboyan kalian tentang produk baru kalian ya?”, ujar Nathan menebak. “Begitu jelas ketebak ya? Sebenarnya ini mau menghemat aja, soalnya yang dipakai property beberapa tahun lalu yang bisa digunakan kembali. Aku lebih suka diluar ruangan, hanya karena Marketing sudah menentukan Hotel Zeus ini, terpaksa deh mengikuti konsep mereka. Pengennya si ada butterfly, sayangnya susyah banget nyari yang diawetkan di Jakarta”, ujar Nadia menjelaskan. “Mba rangkaian bunganya mau ditaruh dimana?”, tiba-tiba ada seorang tukang bunga menanyakan kepada Nadia. “Ooo, disana aja deh pak. Ayo aku tunjukkan. Sorry Nathan, aku tinggal ya”, ujar Nadia disambut anggukan dan senyum Nathan. Kembali gadis itu tenggelam dengan pekerjaannya. Hampir tengah malam tugas Nadia selesai, semua sudah tertata sesuai dengan rencana awal. Acara ulang tahun Perusahaan tempat Nadia bekerja dengan sedikit maksud tersembunyi memperkenalkan produk baru mereka telah siap. Undangan telah tersebar ke Rekanan Bisnis dan target bisnis potensial mereka, hampir semuanya telah mengkonfirmasikan kedatangan mereka. Saat semuanya bersiap meninggalkan tempat acara namun ada beberapa yang akan menginap untuk mempersiapkan keperluan pagi hari, Nathan kembali datang dengan beberapa bungkusan ditangannya. Dia berjalan mendekati Nadia, “Nadia, ini mungkin kamu perlukan”, ujarnya memberikan bungkusan itu. Agak ragu Nadia menerimanya, “Ambillah, ini bonus karena pameran kalian ini ikut mempromosikan Hotel Zeus juga”, ujar Nathan bersemangat. Nadia menerima bungkusan itu lalu membukanya dan matanya terbelalak gembira. “Woooooowwwww, hebat. Butterfly, bagaimana bisa kamu mendapatkannya?”, tanya Nadia bersemangat. “Kebetulan teman aku di Malaysia menelephone makanya aku minta mereka kirimkan dengan express ke sini”, ujar Nathan menjelaskan. “Terima kasih”, ujar Nadia gembira, reflek ia memeluk Nathan. “Sorry, engga ada maksud apa-apa ”, ujar Nadia malu. “It’s okey. Ternyata dipeluk kamu hangat banget ya, jadi pengen terus dipeluk”, ujar Nathan menggoda. “Eh, nakal ya”, ujar Nadia lagi. “Ayo, aku bantu pasang biar cepat selesai”, ujar Nathan menarik tangan Nadia. Segera Nadia dan Nathan dibantu beberapa teman Nadia yang masih tinggal memasang sentuhan terakhir, butterfly diantara taman alami yang menjadi dekorasi tempat pameran mereka ini, dan mereka semua merasakan puas dengan hasil kerja mereka yang jauh lebih indah dengan butterfly itu.
Hari H telah tiba, acara demi acara berjalan sesuai rencana. Hampir bisa dipastikan semua undangan hadir dan mereka semua memuji dekorasi ruangan yang begitu indah. Team Marketing memperoleh banyak order untuk produk baru mereka dan mereka memberikan applause untuk team GA yang membuat acara mereka berlangsung meriah dan sesuai dengan target mereka. Pada saat acara berlangsung, Nathan dengan beberapa stafnya datang menghadiri undangan. Pandangan Nathan sering bertabrakan dengan mata Nadia, rupanya pria tampan itu selalu memandang ke arah Nadia yang merupakan salah satu MC pada acara tersebut. Sesekali canda tawa memenuhi ruangan pameran, team pembawa acara dapat membuat suasana nyaman untuk semua hadirin yang datang. Saat acara bebas, Nathan menghampiri Nadia yang tampak lelah di pojok ruangan dengan sebotol air mineral dingin ditangannya. “Minumlah, kamu letih sekali”, ujarnya menyodorkan botol itu kepada Nadia. Gadis itu menyambutnya dengan gembira, “ Aduh makasih banget, daritadi kek, aku haus sekali”, ujarnya riang. Nathan duduk disamping Nadia, “Kenapa engga ambil minum daritadi? Kamu bisa minta teman kamu ambilkan”, ujar Nathan lembut namun ada nada khawatir di suaranya. “Iya, tadi mau ambil cuma belum sempat. Mau nyuruh siapa? La wong semuanya juga sibuk banget buat acara ini”, ujarnya. Nathan kemudian mengambil HP yang ada dipangkuan Nadia, lalu dia membuat miscall ke HP nya. Nadia hanya diam saja melihat apa yang dilakukan Nathan. Lalu Nathan mengetik nomornya dan namanya di HP Nadia. “Itu nomor handphone aku. Kalo kamu memerlukan apapun, telp aku. Acara kamu masih berlangsung selama tiga hari kan?. Kantorku ada dilantai 9 hotel ini, kalau kamu letih dan ingin istirahat, pergilah ke lantai 9, istirahat dikantorku, ada sofa yang nyaman disana, atau telp aku untuk apapun”, ujar Nathan terdengar tegas sekali sambil mengembalikan HP Nadia. Kemudian dia bangun dari duduknya dan berjalan meninggalkan Nadia yang masih tak percaya pendengarannya. “Kenapa tuh orang? Kok kedengarannya perhatian amat”, ujarnya pada diri sendiri. Lalu ia kembali disibukkan dengan pekerjaannya dikarenakan temannya sudah ada yang butuh bantuan dan sarannya.
Acara melelahkan sudah berlangsung 2 hari, dan Nadia pulang ke rumahnya setiap hari hanya beberapa jam istirahat lalu kembali ke tempat acara. Makannyapun hanya seadanya saja, itupun harus dipaksa untuk beristirahat dulu. Nadia harus memastikan semua sesuai dengan rencana dan benar-benar merupakan hal yang begitu meletihkan buat semua team GA maupun team Marketing. Memasuki hari ke 3 tampak tubuh Nadia mulai benar-benar berontak, dia mulai demam. Sebagai MC, Nadia digantikan oleh Lila, sementara Nadia mengawasi dari sudut ruangan. Lila rupanya menyadari Nadia mulai ambruk, maka dia menyarankan Nadia pulang dan berobat ke dokter tapi karena memang Nadia seorang workaholic sehingga dia mengabaikan saran sahabatnya itu. Saat acara penutupan berlangsung, Nadia sepertinya sudah tidak sanggup lagi. Dia kemudian berjalan keluar ruangan dan berusaha menyembunyikan sakitnya dari teman-temannya. Nadia berjalan menuju parkiran mobilnya tetapi tubuhnya makin lemah. Ia terduduk dibangku dekat parkiran mobilnya. Kemudian Nadia teringat Nathan, lalu ia menelephone pria itu dan sekejab kemudian pria itu sudah ada dihadapannya. Raut muka Nathan begitu cemas, ia lalu memapah Nadia memasuki mobilnya dan segera melarikan Nadia ke rumah sakit. Nadia langsung pingsan saat sampai di rumah sakit hingga membuat Nathan makin panic, team dokter langsung menangani Nadia. Rupanya gadis itu terkena typus sehingga harus dirawat inap di rumah sakit. Saat membuka matanya, Nadia melihat Nathan sedang tertidur disamping tempat tidurnya dengan tangannya memegangi tangan Nadia. Nadia tersenyum, namun senyum itu menghilang saat ia melihat cincin yang ada ditangan kiri Nathan. Cincin yang sama percis dengan punyanya, cincin pertunangan dengan orang yang belum pernah ia temui. Nathan terbangun dari tidurnya dan tersenyum pada Nadia yang tampak sekali mukanya penuh dengan pertanyaan. “Kamu sudah bangun? Eyang kamu sudah aku telephone tadi dan orang tua kamu juga. Mereka belum bisa datang ke sini karena mereka sedang keluar negeri dalam perjalanan bisnis, dan aku sudah melarang mereka untuk datang karena aku yang akan menjaga kamu kini. Kamu hanya butuh istirahat, jadi kurasa mereka engga perlu membatalkan perjalanan bisnisnya kan?!”, ujar Nathan lembut. Nathan menatap Nadia yang hanya diam saat ia berbicara. Nathan seperti tau pertanyaan yang ada diraut muka Nadia. “Aku Michael Nathan Utama, aku jarang menyebutkan nama Michael karena aku lebih suka nama Nathan dan benar aku memang tunanganmu, tunangan yang belum pernah bertemu. Aku sudah tau kamu tunanganku karena aku sudah menyimpan foto kamu dan terlebih saat kita bertemu di meeting waktu itu, aku memperhatikan cincin kamu yang sama percis dengan punyaku sehingga aku makin yakin kamu adalah tunanganku. Cincin ini adalah cincin pertunangan orang tuaku dan ini amat bersejarah”, ujarnya menjelaskan. “Waktu Eyang memberitahukanku mengenai pertunangan ini, aku sempat menolak, namun saat aku melihat fotomu, aku langsung jatuh cinta sama kamu, terlebih saat kita bertemu pertama kali di meeting itu, aku ingin memberitahukanmu, akulah calon suamimu, tapi sepertinya kamu tidak begitu tertarik denganku, makanya aku tidak memberitahukanmu. Selama ini aku selalu berusaha berada disaat kamu memerlukanku dan menunjukkan ke kamu kalo kamu memang bisa bersadar dibahuku. Maaf aku sempat berbohong soal butterfly itu, aku sendiri yang terbang ke Malaysia dan membelinya disana dan terbang kembali ke Jakarta dihari yang sama. Akh hari itu sungguh melelahkan karena aku benar-benar harus berlari kesana kemari agar cepat pulang pergi Jakarta Malaysia. Untungnya Visaku masih berlaku jadi engga perlu repot urus Visa lagi”, ujarnya lagi lembut. Nadia terharu mendengarkan semua kata-kata Nathan dan iapun harus mengakui, pria itu memang sudah memasuki hatinya sejak mulai sering bertemu. Nathanpun bangun dan memeluk Nadia serta mencium keningnya. “Cepatlah sembuh sayang, jangan sakit. Ini membuatku cemas sekali”, ujar Nathan lagi. Taklama pintu ruangan dibuka dan tampak wajah-wajah teman-teman Nadia yang datang menjenguk. Nathan tersenyum menyambut mereka sementara Nadia salah tingkah karena teman-temannya menemukannya dengan Nathan. Mereka sempat heran melihat kehadiran Nathan diruangan tempat Nadia dirawat itu. “Hadow neng kok bisa sampe dirawat gini, kan tadi pagi uda aku bilang ke dokter, bandel si. Tapi kok ada pak Nathan?”, Tanya Lila nyerocos. “ Engga apa kok, Cuma kecapean aja. Ini tadi pas keluar hotel ketemu pak Nathan engga sengaja, dan dia membantu aku untuk administrasi di rumah sakit. Terima kasih pak Nathan, terima kasih uda temenin aku, tadi aku yang minta tolong dia soalnya aku engga kuat sendirian”, ujar Nadia berusaha mengatasi ketegangannya. Dengan isyarat matanya, dia meminta Nathan tidak membicarakan hubungan mereka dan Nathan sepertinya mengerti makanya dia hanya diam saja mendengarkan kata-kata Nadia. “Okey deh, uda ada teman-teman kamu, aku sudah bisa pulang ya? Mari semua, aku tinggal ya”, ujar Nathan menyadari situasi dan segera dia meninggalkan kamar rawat Nadia. “Heeemmm ada apa ni dengan pak Nathan?”, tanya pak Putra  menggoda. “Ih kepo deh bapak. Eh, gimana? Acaranya sukses kan? Engga ada kendala kan?”, tanya Nadia kepada teman-temannya mengalihkan pembicaraan. “Tenang aja neng, kamu istirahat aja, cepat sembuh itu yang paling utama”, ujar pak Putra lagi. Ada Pesan masuk ke HP Nadia, dan gadis itu lalu membuka HP nya, ada pesan dari Nathan disana, “Istirahat ya sayang, aku kembali besok. Kamu mau dibawain apa? Kalo perlu apapun, telp aku, HPku akan stand by 24 jam untukmu”, tulis Nathan dipesannya. Nadia membalasnya, “Maaf ya, beri aku waktu. Aku masih belum bisa mengerti semua yang terjadi diantara kita. Biarkan waktu yang menjawab ya”. Lalu Nathan membalas pesan Nadia, “ Tenang Nadia. Aku akan berikan kamu waktu berapa lamapun yang kamu butuhkan, tapi jangan dorong aku untuk menjauh darimu”. Nadia tersenyum, teman-temannya heran dengan Nadia yang tampak begitu riang walaupun sedang sakit. “ Eyang dan orang tua kamu uda tau?”, tanya Lila. “Uda, tadi sudah minta mereka jangan datang, lagian mereka ada perjalanan bisnis keluar negeri”, ujar Nadia lagi. “Eh kalian, kalau mau minum, ambil aja di mini bar itu, toh asuransi kita ini yang bayar”, ujar Nadia lagi. “Dasar kamu ya. Kita uda pada bawa bekal dari hotel tadi, ni kalau kamu mau. Eh maaf deh, kamu engga bisa makan ya? Jadi liatin kita-kita aja”, ujar pak Putra menggoda lagi. Pak Putra, Lila, Wahyu dan Noni yang datang menjenguk Nadia tampak lahap memakan makanan yang mereka bawa. Lila mau menyuapi Nadia tapi Nadia tidak mau dikarenakan dokter sudah melarangnya memakan makanan yang bukan dari rumah sakit agar dia cepat pulih kesehatannya. Malam itu Lila dan Noni bersikeras menginap di rumah sakit walaupun Nadia sudah melarangnya karena mereka juga pasti sangat letih, tetapi sahabat-sahabat Nadia itu ingin mendampingi Nadia karena mereka tau Nadia hanya seorang diri di Jakarta ini. Nadia mengirimkan SMS kepada Nathan, “Kamu jangan kesini ya besok, karena teman-teman aku menginap”. Dan dijawab, “Oke, aku kesana kalau mereka sudah pulang ya”.
Sudah tiga hari Nadia di rumah sakit dan kesehatannya sudah mulai pulih. Dia memaksa dokter agar memperbolehkannya pulang dan hari ini Nadia akan pulang ke rumah mungilnya walaupun dokter tetap tidak memperbolehkannya bekerja. Lila dan Noni sebelumnya ingin membantu Nadia mengurus administrasi kepulangannya tetapi Nadia melarang karena mereka harus bekerja dan Nadia berbohong bahwa ada temannya yang membantu. Ternyata Nathan yang mengurus administrasi untuk kepulangannya, dia yang menunggu obat-obatan Nadia dan mengantarkan Nadia pulang dengan mobilnya. Nadia heran melihat mobilnya ada stiker bertuliskan Management Hotel Zeus di sudut kanan kaca depannya. “Kok bisa ada stiker itu?”, tanya Nadia heran. “Aku yang pasang biar kamu sering bolak balik ke Hotel Zeus”, kata Nathan bersemangat. “Untuk apa aku harus bolak balik ke Hotel Zeus? Kan pamerannya uda selesai lagian aku sudah engga ada urusan lagi kok ke Hotel Zeus”, ujar Nadia polos. “Tapi kan kamu akan bolak balik untuk bertemu dengan aku di Hotel Zeus”, senyum Nathan menggoda. “Ada urusan apa aku harus bertemu kamu?”, tanya Nadia datar. “Ya untuk ketemu aku aja emang engga boleh ya?”, seru Nathan mulai sewot. “Idih bolehnya sewot”, goda Nadia. Nathan mengacak-ngacak rambut Nadia. Dia membukakan pintu mobil untuk Nadia dan menutupnya kembali. Setelah memasukkan semua barang Nadia ke mobil, Nathan masuk ke mobil dan mengemudikan mobil melaju menuju rumah Nadia. Nathan rupanya sudah tahu alamat rumah Nadia sehingga Nadia tak perlu memberitahukan pria tampan itu kemana harus menuju. Sesampainya di rumah, Nathan membuka gerbang dan memasukkan mobil Nadia ke carport dan lalu membantu Nadia memasuki rumah. “Assalamualaikum”, ujarnya setelah membuka pintu rumah dan membimbing Nadia masuk ke ruang tamu. Nathan keluar dan mengambil barang-barang bawaan Nadia dan mengunci pagar rumah. Dia kembali masuk dengan barang-barang Nadia dan ada bungkusan makanan di tangannya. “Ini ada bubur, kamu makan dulu ya dan juga ada buah-buahan”, ujar Nathan memberikan bungkusan itu kepada Nadia. “Engga mau makan bubur lagi. Aku bosan makan bubur di rumah sakit”, kata Nadia cemberut. “Lalu mau makan apa? Kamu belum boleh makan sembarangan. Ya uda makan buah aja dulu, nanti aku pesankan makanan sehat ya?”, ujar Nathan lembut. “Kamu pulang aja ya. Aku bisa kok sendiri”, ujar Nadia pelan. “Apa yang sudah aku bilang sebelumnya? Jangan dorong aku menjauh”, ujar Nathan tegas. “Aku engga mendorong kamu menjauh, hanya buat aku ini terlalu cepat. Aku engga suka hubungan yang terlalu terburu-buru akan tidak baik nantinya. Beri aku waktu”, ujar Nadia lagi. “Beri aku waktu mengenal kamu, beri aku waktu untuk melihat hatiku juga”, ujarnya lagi. “Oke. Aku akan pulang kalau kamu sudah makan dan minum obat kamu. Kamu mau makan apa? Aku order sekarang”, ujar Nathan mengeluarkan HP nya. “Engga usah. Aku makan bubur ini aja. Ini aku makan, sudah, aku minum obatnya juga sekarang”, ujar Nadia sambil meminum obatnya. “Sekarang sudah, jadi kamu uda bisa pulang”, ujarnya lagi. “Okey, aku pulang. Telp aku kalau kamu perlu apapun”, ujar Nathan kemudian mendekat dan mencium kening Nadia. Lalu pria itu berjalan keluar rumah, menaiki Taxi dan segera berlalu dari rumah Nadia. Nadia melepaskan stiker yang ada dimobilnya dan menaruhnya di lemari dapurnya.
Seminggu Nadia sudah tidak masuk bekerja, saat ia kembali ke kantornya, teman-temannya menyambutnya gembira. “Nadia, kamu benar-benar bikin kita semua khawatir ya. Pulang dari Rumah Sakit engga mau dijenguk, hanya maunya ditelp aja”, ujar pak Putra saat melihat Nadia nongol di pintu ruang kerjanya. “Hehehe, kan aku perlu istirahat pak, kalau kalian ke rumah, siapa yang mau nyediain”, ujar Nadia beralasan. “Uda sehat kamu? Ya sudah, jangan terlalu diforsir dulu kerjaannya. Kita sedang santai kok, mungkin minggu depan kita akan sibuk lagi, akan ada perekrutan baru untuk bagian GA”, ujar pak Putra lagi. “Siap pak”, ujar Nadia kemudian memasuki ruangan kerjanya. Teman-teman satu teamnya menyambut Nadia dengan gembira. Mereka memanjakan Nadia dengan melayani semua permintaannya. Nadia senang sekali karena teman-temannya benar-benar tulus memperhatikannya. Saat yang lain kembali ke tempatnya masing-masing, Nadia mengeluarkan HP nya dan melihat pesan-pesan yang masuk ke HP nya. Ternyata sudah empat hari ini tidak ada satupun pesan dari Nathan Utama, sejak pria itu keluar dari rumah Nadia, tak sekalipun ia mengirimkan pesan ataupun menelphonenya. Nadia mengirimkan what’s up ke no Nathan, “Kamu dimana?”. Nadia kemudian memperhatikan foto ID Nathan dan ia mengenali foto itu karena foto itu adalah fotonya. “Kok foto aku bisa jadi ID kamu?”, ketiknya lagi di what’s up. Nathan tidak membalas. “Akh dia marah rupanya”, ujar Nadia pelan. Tiba-tiba Lila mengejutkannya, “Hayooo uda punya pacar ya??”. “Ngawur kamu. Gimana punya pacar, la aku uda tunangan”, ujar Nadia sambil memperlihatkan cincin tunangannya. “Eh, beneran nih uda tunangan? Bukannya belum pernah lihat tunangannya?”, ujar Lila lagi menggoda. “Uda Lila, kamu pikir kemarin yang mengeluarkan aku dari rumah sakit siapa coba, ya tunangan aku lah”, kata Nadia bangga. “What??? Uda ketemu tapi engga bagi-bagi cerita sama aku ya??”, ujar Lila dengan nada sewot. “Eh siapa yang ketemuan engga bagi cerita?”, ujar Noni yang datang mendekat ke meja kerja Nadia. Nadia pura-pura sibuk dengan kerjaannya. “Nih, yang uda tunangan ternyata uda ketemu dan pacaran sama tunangannya”, ujar Lila menjelaskan dengan nada sebel. “Sttttt, ribut. Ayo kerja, ntar dimarahin pak Putra loh”, ujar Nadia sambil menempelkan telunjuknya ke bibirnya. Tak lama ada pesan masuk ke HP Nadia. “Siapa tuh?”, Lila & Noni penasaran. “Ooo tunangannya namanya Michael. Lihat dong fotonya? Deeee, yang ditaruh foto Nadia, sooo sweeeet”, ujar Lila setelah merebut HP Nadia. Nadia merebut kembali HPnya. Nadia membuka pesannya, rupanya dari Nathan. Dikarenakan nama yang tercantum di HP Nadia adalah Michael bukan Nathan, sehingga teman-teman Nadia tidak menyadari bahwa itu adalah no HP Nathan. “Maaf Nadia, aku sedang keluar kota, mengurus bisnis di luar kota. Aku di Bali dan sudah bertemu dengan calon mertuaku. Aku pasang foto kamu agar kamu tau aku sudah masuk kamar kamu dan menginap disana selama 1 malam. Itu kan foto yang ada di dinding kamar kamu”, begitu pesan Nathan. “Whatttt??”, seru Nadia setengah menjerit. “Kenapa”, kedua sahabat Nadia makin penasaran. “Dia di Bali. Menyebalkan. Aku lagi sakit dia malah pergi keluar kota. Tidur dikamarku?”, ujar Nadia dengan nada sewot. Makin tak mengerti kedua sahabat Nadia. “Uda, kerja. Tuh ada pak Putra”, ujar Nadia sambil menunjuk pintu. Kedua sahabat Nadia buru-buru kembali ke meja kerjanya masing-masing. Nadia dengan nada sewot membalas pesan Nathan, “Kok bisa si ke luar kota saat aku sakit “, tulisnya dengan memasang icon wajah merah. Tak lama ada balasan dari Nathan, “Maaf Nadia. Ini sudah jadwal aku bulan ini, aku engga bisa batalkan karena ini penting, aku harus meninjau pembangunan hotel baruku di Bali. Mungkin awal tahun depan sudah bisa dibuka untuk umum”. “Oke, kalau gitu aku memang engga penting ya. Ya uda, bye”, balas Nadia merajuk. Lalu ada telp masuk, nomor telephone Nathan. Nadia tidak mengangkat HP nya, dia memencet tombol ignore. Lalu mematikan Handphonenya. Nadia kemudian berusaha melupakan dengan tenggelam ke kerjaannya yang sudah menumpuk.
Sekembalinya keluar makan siang, Nadia menemukan ada sebuah buket rangkaian bunga mawar putih kiriman seseorang diatas mejanya. Lila dan Noni lalu mengerumuni Nadia, “Ya ampun, so sweet banget si”, goda mereka. Nadia membaca pesan yang ada dibuket bunga itu. “Kamu adalah wanita terpenting dalam hidupku, jangan pernah ragukan itu. Yang kulakukan sekarang adalah untuk masa depan kita berdua. Aku sayang kamu. Miss U so much. Love – Michael”. Nadia begitu terharu melihat tulisan tulus Nathan, dia mencium bunga itu, kemudian menaruhnya disudut meja kerjanya. Lalu dia membalas pesan Nathan ke no HP tunangannya itu. “Makasih untuk bunganya. Maafkan aku yang bertindak tidak masuk akal. Kerja yang baik ya, jangan nakal. Cepat kembali, aku rindu kamu juga”. Tak lama terdengar suara panggilan  di HP Nadia, Nadia mengangkatnya dengan tersenyum setelah melihat siapa yang memanggilnya, “ Hallo”. “I miss U so much. Aku pulang dua hari lagi. Nanti aku akan menemuimu setelah aku tiba di Jakarta. Ada yang mau kamu pesan disini?”, suara Nathan begitu gembira diseberang sana. “Yang penting kamu cepat pulang aja”, ujar Nadia setengah berbisik karena ia takut teman-temannya mendengar pembicaraannya. “Ya, pasti. Tunggu aku ya. Ya sudah, aku mau meeting dulu. Nanti malam aku telephone lagi ya. Bye sayang”, ujar Nathan menutup telpnya. “Bye”, balas Nadia lalu ia menaruh handphonenya dan kembali bekerja lagi dengan hati yang gembira.
Dua hari kemudian, mba Weni bagian accounting datang ke ruangan kerja Nadia diikuti oleh pak Putra. “Nad, bisa tolong aku engga untuk konfirmasi pembayaran yang harus kita lakukan ke Hotel Zeus?”, ujar mba Weni. Nadia belum mengerti maksud mba Weni. “Gini loh Nad, kan kemaren waktu kita pameran di Hotel Zeus, ada beberapa biaya yang seharusnya engga masuk ke tagihan kita tapi kok ada”, ujar pak Putra menjelaskan. “Ooo, tapi aku kan engga tau semuanya mba”, ujar Nadia ke mba Weni. “Iya, aku uda klarifikasi ke bagian Marketing, sekarang aku konfirmasi ke bagian GA. Aku nanya pak Putra, katanya data-datanya lebih banyak kamu yang pegang”, ujar mba Weni menjelaskan. “Oh iya mba, ini semuanya ada disini. Ini receipt yang aku tandatangani. Rencananya baru hari ini mau aku laporkan ke pak Putra”, ujar Nadia kemudian menyerahkan sebuah map yang penuh dengan bill yang tersusun rapi. Dia sudah merekap semua rincian biaya-biayanya. Mba Weni dengan muka senang menerima map itu. “Coba semuanya sedetail kamu ya Nad, Marketing ni nyusahin, kemaren aku disuruh merekap sendiri semua receipt mereka”, ujar mba Weni lagi. “Eh, kamu bisa engga ikut aku ke Hotel Zeus hari ini, kebetulan aku juga perlu teman dan aku perlu orang yang tau detailnya. Aku mau minta mereka revisi invoice mereka”, ujar mba Weni lagi. “Iya Nad, mending kamu temani mba Weni, soalnya yang untuk punya GA, kamu bisa konfirmasi ke mereka”, kata pak Putra memperjelas. “Ya, ayo mba. Kapan mau jalan?. Pake mobil aku aja ya?”, ujar Nadia bersemangat. Didalam otaknya, Nadia berpikir akan bertemu dengan Nathan di Hotel Zeus nanti karena pria itu bilang hari ini ia akan ke kantornya dulu sebelum menemui Nadia. “Waduh semangat amat ya. Ayo deh. Aku ambil document dulu ya, kamu tunggu di lobi aja, nanti aku nyusul”, ujar mba Weni ikut semangat. Nadia tersenyum lalu membereskan barang pribadinya dan mengambil tasnya. Lalu ia berjalan menuju lobi, mengirimkan pesan ke HP Nathan memberitahukan kedatangannya ke Hotel Zeus dan menunggu mba Weni disana lalu mereka berdua menuju ke Hotel Zeus. Sesampainya dilobby Hotel Zeus, Nadia dan Weni disambut dengan hangat. “Selamat siang bu Nadia, biar saya yang parkir mobil ibu”, ujar seorang vallet yang membukakan pintu mobil Nadia. Nadia sudah cukup dikenal oleh karyawan Hotel Zeus sejak perusahaannya pameran beberapa waktu lalu. “Terima kasih ya”, ujar Nadia tersenyum. Kemudian ia memperhatikan vallet itu memarkir mobilnya di area tertulis untuk management only. Nadia dan mba Weni kemudian masuk ke Hotel Zeus naik ke lantai 9 tempat meeting mereka dengan bagian keuangan. Nadia didalam hati berteriak gembira karena lantai 9 adalah lantai ruangan kerja Nathan. Ternyata benar, mba Weni menuju ke ruang kerja Nathan. Sesampainya didepan ruangan Nathan, terdapat ruangan sekertaris Nathan dan ruangan dengan sofa tempat menunggu. Sekertaris Nathan terdiri dari dua orang, seorang pria dan seorang wanita. Si pria yang bernama Andreas dan si wanita bernama Rika. Andreas tersenyum pada Nadia dan mba Weni, “Selamat Siang bu Nadia, anda bisa menunggu di ruangan kerja pak Nathan bu. Beliau sedang On the Way dari airport sekarang”, ujar Andreas menjelaskan dan mempersilakan Nadia masuk ke ruangan Nathan. “Engga usah mas, aku sama mba Weni mau ketemu bagian keuangan, katanya  kami disuruh ke lantai 9”, ujar Nadia menjelaskan. Mba Weni agak tidak mengerti maksud kata-kata Andreas, kenapa mereka harus menunggu di ruangan Nathan sementara yang punya ruangan tidak ada ditempat. “Oh iya, tadi bagian keuangan bilang mereka akan menunggu pak Nathan dulu soalnya memang ada beberapa yang harus dikonfirmasi ulang oleh pak Nathan. Mari bu, silakan tunggu di ruangannya aja”, kata Andreas lagi sopan. “Engga usah lah, kita tunggu disitu aja deh. Bisa sambil baca Koran”, ujar Nadia menunjuk ke ruang tunggu di dalam ruangan tersebut. Kemudian Nadia dan mba Weni duduk disana. “Baik bu. Mau minum apa?”, tanya Andreas lagi sementara Rika tampak sibuk dengan pekerjaannya, dia hanya sesekali tersenyum pada Nadia dan mba Weni. “Apa aja boleh mas, keluarin aja semua”, goda Nadia. Tak lama datang seorang wanita masuk ke ruangan itu. “Ini bu Nadia ya? Pasti ini mba Weni. Nama saya Andien, saya bagian invoice”, ujar Andien memperkenalkan diri. Mereka bersalaman dengan ramah. “Kalau gitu gimana kita mulai aja mba Andien”, kata mba Weni lagi. “Sebenarnya aku masih mau nunggu pak Nathan dulu si mba, dia sebentar lagi tiba. Boleh ya tunggu bentar lagi, dia bilang si sekitar 15 menit lagi sampai”, ujar Andien menjelaskan. “Okelah”, ujar mba Weni. Lalu datang seorang wanita muda dengan pakaian seksi dan berkelas memasuki ruangan itu. Wanita itu tanpa menoleh berjalan menuju Andreas, Nadia dapat melihat dari tempat ia duduk kalau muka Andreas langsung berubah. Kelihatan ada tidak suka melihat kehadiran wanita itu. “Aku mau tunggu di dalam ya. Nathan akan datang kan?”, tanya wanita itu dengan nada sombong. “Maaf bu Lidya, tidak ada yang diperbolehkan masuk ke ruangan pak Nathan tanpa seijin beliau”, ujar Andreas tegas. Tampak Rika mengangkat telephonenya dan berbicara dengan seseorang lalu menutup telephonenya lagi. “Loh kenapa engga boleh, aku pacar Nathan, otomatis aku bos kalian juga”, ujar wanita itu yang tentu saja membuat kaget Nadia. Rika dan Andien memperhatikan reaksi Nadia, sementara yang diperhatikan berusaha secuek mungkin, Andreas tetap mencegah Lidya untuk memasuki ruang kerja Nathan. “Maaf ibu. Bukankah ibu yang memutuskan hubungan dengan pak Nathan waktu pak Nathan hampir bangkrut? Kenapa ibu kembali sekarang dan mengaku sebagai pacarnya”, ujar Andreas ketus. “Maaf, silakan ibu meninggalkan ruangan ini atau saya harus memanggil security”, ujarnya lagi. Tak lama ada dua orang security yang mendekati. “Kurang ajar ya kamu. Lihat saja nanti, kalau Nathan datang, akan saya adukan kamu dengan Nathan, biar kamu dipecat”, ancam Lidya. “Silakan saja adukan, yang ada pak Nathan balik akan menuntut ibu mengembalikan semuanya, dan itulah seharusnya yang ia lakukan dulu karena ibu hanya pembawa bencana saja buat kami semua”, ujar Andreas makin ketus. Lalu kedua security itu mencoba memaksa Lidya meninggalkan ruangan dengan memegangi kedua tangan Lidya, Lidya menepis tangan mereka dan dengan kepala tetap ditegakkan, dia berlalu meninggalkan ruangan itu. Kemudian datang OB yang membawakan minuman dan snack untuk Nadia dan Weni. Didalam otaknya, Nadia bertanya-tanya mengenai wanita yang bernama Lidya. Andreas sepertinya bisa membaca pikirannya, dia lalu mendekati Nadia dan memberikannya sebuah majalah wanita terbaru. “Ini bu, dibaca ini aja. Maaf ya tadi ada hal yang kurang menyenangkan, anggap aja gangguan keamanan. Wanita itu bukan siapa-siapanya pak Nathan kok bu, dia hanya mengaku-ngaku saja”, katanya lagi. Nadia tersenyum  dan menerima majalah itu. Dia berusaha setenang mungkin membolak balik halaman demi halaman majalah itu walaupun ia tidak membacanya. Saat hampir habis semua majalah itu ia bolak balik, datanglah wajah tampan yang dirindukannya, Nathan tersenyum penuh arti memandang hanya kepada Nadia. Sebenarnya ia ingin memeluk gadis itu tetapi ia menyadari situasinya karena mereka sedang ada di kantor dan ada beberapa orang disekitar mereka. Nadia hanya tersenyum datar kepadanya, karena Nadia tiba-tiba merasakan hatinya sakit sekali. Sepertinya ada rasa cemburu didalam hatinya. “Sudah lama menunggu? Maaf ya, tadi sempat kena macet dan ada problem di loby bawah”, seru Nathan sambil menyalami Nadia dan mba Weni. “Belum kok pak. Apa bisa kita mulai pak meetingnya”, ujar mba Weni. “Mari ibu-ibu, bisa masuk ruangan saya”, ujar Nathan kemudian membuka pintu ruangannya. Nadia, Andien dan mba Weni masuk ke ruangan Nathan, ruangan kerja Nathan lumayan luas. Terdapat sofa yang nyaman dan ada sebuah meja kerja lengkap dengan computer type terbaru diatas meja Nathan. Andreas mencegah Nathan masuk, dia membisikkan sesuatu yang membuat raut muka Nathan langsung berubah menjadi cemas. Pria itu lalu menatap ke arah Nadia yang duduk agak dipojok sofa. Nathan langsung berjalan menuju sofa disamping Nadia. Saat ia sudah duduk, Nadia bangun dari duduknya dan bertukar tempat dengan mba Weni mendekati Andien. Nathan menjadi makin cemas dengan tindakan Nadia, tapi ia berusaha seprofesional mungkin. Nadia sibuk berbicara dengan mba Weni dan Andien, dia tidak memperhatikan Nathan sama sekali padahal pria itu selalu menatap ke arahnya seakan memohon maaf. Beberapa kali Nathan dan Nadia terlihat sedikit berdebat untuk hal-hal yang ada didalam biaya-biaya, mba Weni dan Andien hanya bisa termangu melihat keduanya berdebat. Akhirnya meeting berakhir dengan kesepakatan antara kedua belah pihak, invoice akan direvisi dan tagihan akan dikurangi hampir 30% dari jumlah sebelumnya. Tentu saja mba Weni senang sekali dengan jumlah tagihan revisi yang harus dibayarkan perusahaan kepada Hotel Zeus ini karena jumlahnya menjadi lebih sedikit. “Terima kasih banyak ya mba Andien, pak Nathan sudah bekerja sama dengan kami”, ujar mba Weni senang. “Sama-sama ibu. Kami yang berterima kasih telah memakai Hotel kami”, ujar Nathan senang. Nadia hanya tersenyum datar. Mereka bersalaman, saat Nathan bersalaman dengan Nadia, Nathan berusaha menahan tangan Nadia tetapi gadis itu buru-buru menarik tangannya. Kemudian Andien diikuti mba Weni dan Nadia berjalan menuju keluar ruangan Nathan. Nathan menarik tangan Nadia, menahan gadis itu, tetapi dia menepis tangan Nathan dan buru-buru mempercepat langkahnya mendahului mba Weni. Nathan tidak bisa berbuat apa-apa karena ia tau situasinya dimana dia sekarang dan dengan siapa. Akhirnya dia menyerah tetapi Nathan berniat dia akan ke rumah Nadia malam ini untuk menjelaskan semuanya. Nadia meninggalkan hotel Zeus dengan hati yang kesal mengingat kejadian tadi, saat ada perempuan lain yang mengaku sebagai pacar dari tunangannya. Saat ia kembali ke meja kerjanya, ia melihat bunga mawar yang mulai layu lalu membuangnya ke tempat sampah. Teman-temannya saling memandang memperhatikan tingkah laku Nadia. “Bunganya uda layu”, kata Nadia menjelaskan. Lila yang berada disamping meja kerja Nadia melihat ke arah tempat sampah, “Belum terlalu layu kok, sayang banget dibuang”. “Akh ribet, tempatku jadi sempit”, ujar Nadia lagi, kemudian dia sibuk dengan pekerjaannya. Teman-temannya tidak ada yang berani mengganggunya kalau dia sudah sibuk bekerja karena yang ada hanya akan kena semprot omelan Nadia kalau mereka tetap membantah ucapan Nadia. Gadis itu akan punya 1001 kata untuk membalas semua ucapan teman-temannya.
Sore hari saat untuk pulang bekerja, tiba-tiba Nadia mendapatkan telephone dari Maminya di Bali. Nadia mengangkat telp Maminya, “Assalamualaikum mami, aku kangen mami, tumben ni mami nyari aku”, ujar Nadia menyapa. “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Nadia, kamu pulang ke Bali ya nak, segera. Eyang sedang gawat, dia masuk rumah sakit Sanglah sekarang. Eyang kena serangan Jantung sudah yang ketiga kalinya. Tadi mami uda telephone nak Michael, dia akan datang menjemput kamu sekarang nak, cepat ya sayang”, ujar mami diseberang telephonenya dengan nada panic. Setelah menutup HPnya, Nadia buru-buru ke ruangan kerja pak Putra, “Pak, saya cuti lagi ya. Eyang saya masuk rumah sakit di Bali dan sedang gawat. Saya harus berangkat ke Bali sekarang”, kata Nadia sedikit berteriak. Pak Putra yang mendengar hanya bisa mengangguk, lalu Nadia berlari ke meja kerjanya mengambil tasnya. Lila dan Noni mendekati gadis itu, “Kenapa Nad?”. “Eyangku gawat, aku harus ke Bali sekarang. Aku titip kerjaanku ya, sorry aku buru-buru”, ujar Nadia menjelaskan sambil berlari. “Hati-hati Nad, kami doakan yang terbaik ya buat eyangmu”, ujar pak Putra didepan ruangannya. “Bye Nad, ada apa2 telp ya”, teriak Lila. Nadia dengan terburu-buru menaiki Lift dan menuju Lobby. Ada telp masuk di HPnya, Nathan yang menelphone, rupanya mobil pria itu sudah memasuki Lobby kantor Nadia. Nathan mematikan HPnya saat melihat Nadia dan ia membukakan pintu mobil untuk Nadia, kemudian mereka dengan diantarkan oleh supir Nathan meluncur menuju bandara dan segera terbang ke Bali. Sepanjang perjalanan, Nadia tampak cemas dan Nathan berusaha menenangkan tunangannya itu. Sesampainya di rumah sakit, Nadia dan Nathan langsung menuju ruangan gawat darurat, tapi rupanya eyang sudah mulai sadar dan dipindahkan ke ruangan VIP. Nadia bertemu dengan mami dan papinya diruangan tempat eyangnya dirawat. Mami Nadia langsung menangis saat memeluk Nadia. Nathan menyalami papi Nadia dan mencium tangan papinya dan eyangnya lalu berbincang-bincang dengan mereka mengenai keadaan eyang Nadia. Keluarga Nathan rupanya telah tiba lebih dulu, papi Nathan dan eyangnya telah ada diruangan itu saat mereka tiba. Tak lama eyang memanggil Nadia dan Nathan mendekat. “Nadia, Nathan…..kalian ……telah datang. Sekarang …. Sudah….. bisa…… dimulai…… kan acaranya”, ujar eyang terbata-bata. Semua mengangguk, tak lama masuk seorang pria dengan berpakaian jas lengkap mendekati mereka semua. Nadia dan Nathan saling memandang tak mengerti. “Nathan, permintaan eyang Nadia yang terakhir adalah meminta kalian menikah di hadapannya sekarang. Ini adalah bapak penghulu yang akan menikahkan kalian berdua”, ujar papi Nathan menjelaskan. Nadia dan Nathan makin tak mengerti, tetapi mereka berdua tidak berani membantahnya. Kemudian acara ijab Kabul benar-benar terjadi, Nathan menikahi Nadia dihadapan eyangnya yang sedang sekarat dan dihadapan keluarga mereka. Eyang begitu bahagia karena telah memenuhi janjinya dan eyang Nathan mendekati eyang Nadia, “Kuncoro, sekarang janji kita berdua terpenuhi ya. Semoga mereka menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah ya”, ujar eyang Nathan kepada eyang Nadia. Yang diajak berbicara hanya tersenyum lalu dengan terbata-bata ia mengucapkan kedua kalimat syahadat yang tidak begitu jelas terdengar diikuti dengan bunyi alarm garis untuk tanda kehidupannya. Eyang Nadia telah pergi untuk selamanya dengan senyum bahagia diwajahnya. Pecah tangis Nadia dan maminya diruangan itu. Papi Nadia memeluk maminya yang langsung lunglai sementara Nathan memeluk Nadia yang sekarang resmi menjadi istrinya.
Pemakaman eyang Nadia dilakukan esok harinya karena hari telah larut saat jenazahnya tiba dirumah duka. Banyak yang datang melawat dan membantu keluarga Nadia mempersiapkan segala keperluan pemakaman. Esoknya banyak relasi, kerabat dan keluarga yang datang mensholati eyang Nadia serta mengantarkannya keperistirahatannya yang terakhir. Keluarga Nadia mendapatkan perhatian dari banyak orang dikarenakan memang mereka semua selalu ramah pada semua orang dan selalu menolong siapapun yang membutuhkan mereka maka tak heran orang yang datang melawat tiada henti-hentinya. Banyak rangkaian bunga duka cita dari kolega mereka dan juga dari rekan-rekan bisnis Nathan. Mereka agak sedikit bingung juga waktu mengucapkan kepada Nathan, karena disatu pihak dia baru menikah dilain pihak keluarga istrinya sedang berduka. Ada satu rangkaian bunga dari perusahaan Nadia dikarenakan kebetulan bos besar Nadia merupakan salah satu kolega eyang Nadia.
Setelah menggelar 7 hari selamatan eyangnya, Nadia dan Nathan kemudian pamit kepada kedua orang tua mereka untuk kembali kerutinitas mereka di Jakarta. Surat Nikah mereka rupanya sudah selesai sehingga mereka berdua memang sudah resmi menikah walaupun selama mereka menikah mereka belum menjalaninya dengan sepenuhnya. Nadia masih tinggal dengan orang tuanya sedangkan Nathan masih pulang ke rumah eyangnya. Hari ini mereka berdua menaiki pesawat pagi menuju Jakarta. Nadia dan Nathan dijemput oleh supir Nathan menuju kediamannya dikawasan pinggir kota. Tempat tinggal Nathan tidak begitu jauh dari Bandara sehingga mereka sebentar saja telah tiba di depan rumah Nathan. Mereka berdua memasuki rumah Nathan yang tampak asri walaupun tidak besar. “Kamu sekarang tinggal disini ya. Barangmu udah dipindahkan kemaren oleh orang-orangku. Kamar kamu di atas di depan, kamarku disebelahnya. Aku tau kamu masih membutuhkan waktu, jadinya aku tidak akan memaksa apapun ke kamu”, ujar Nathan menjelaskan. Nadia hanya tersenyum. Lalu dia berjalan mengikuti Nathan menuju kamarnya dilantai dua rumah itu. Dari kamarnya, Nadia dapat melihat lingkungan sekitar dan Nadia sangat menyukai kamar barunya. Ia menemukan semua barangnya telah tersusun rapi sama percis dengan dirumahnya, bahkan rumah barbienya yang telah ia miliki bertahun-tahun ada dipojokkan kamarnya sekarang. Nathan mengetuk pintu kamar Nadia pelan, Nadia menoleh kepadanya. “Sepertinya hari ini kamu bisa istirahat, mumpung hari minggu kan? Besok aku akan pulang malam ya, soalnya kerjaanku banyak yang menumpuk aku tinggal seminggu kemaren”, ujar Nathan lembut, sementara Nadia yang diajak berbicara hanya diam dan mulai menitikan air mata. “Eh Nad, kenapa kamu menangis??. Iya, besok aku engga lembur deh ya”, ujar Nathan lagi. “Ih, kamu GR amat, hik hik hik, aku menangis bukan karena itu, hik hik hik, karena aku tiba-tiba ingat eyang, aku ingin berbicara dengannya”, ujar Nadia terbata-bata sambil menangis. Nathan tersenyum lalu ia memeluk Nadia, maka pecahlah tangis gadis itu didalam pelukan Nathan. “Ya sudah, banyak kirim doa aja ya sayang, jangan dinangisin terus”, ujar Nathan lebih lembut. Nadia melepaskan pelukan Nathan, dan ia lebih tenang sekarang, “Kamu uda mandi belum si? Kok bau”, ledeknya diantara tangisnya. Nathan mengendus bajunya, ternyata baju dan tubuhnya wangi parfum sama sekali tidak bau. “Eh, nangis masih bisa godain orang ya”, ujar Nathan gemas setelah ia melihat Nadia tersenyum dan berlari ke lantai satu. Nathan mengejar gadis itu dan memeluknya erat setelah ia menangkapnya. Mereka tertawa riang hari ini. “Dengar ya nyonya Michael Nathan Utama, kita mulai semuanya dengan pelan-pelan, kita pacaran dulu diawal pernikahan kita ini, nanti akan kubuatkan pesta yang meriah untukmu setelah kita melewati masa berkabung, setuju?”, ujar Nathan kepada Nadia. Nadia memandang wajah suaminya dan mengangguk. Nadia melepaskan pelukan Nathan dan berjalan menuju dapur rumah, lalu ia mulai memasak mie instan kesukaannya yang ternyata ada dilemari stock di dapur. Nathan kemudian duduk diruang keluarga dan menyalakan TV lalu membaca korannya. Setelah Nadia selesai memasak 2 mangkok mie, ia menyediakan kepada Nathan dengan dua gelas air jeruk manis dan 2 gelas air putih untuk minum. “Waaaa,, enak sekali”, kata Nathan memuji dan dengan lahap ia memakan sarapannya. Nadia tersenyum dan iapun melahap habis mie instannya. Setelah habis semua mereka lahap, kemudian Nadia membereskan semua piring kotor, mencucinya dan menyimpannya kembali ke rak piring. Nadia selalu apik dalam segala hal. Semetara Nathan hanya tidur-tiduran disofa didepan TV sambil sekali kali ia memindahkan chanel TV. Nadia membuka lemari pendingin dan menemukan buah-buahan segar disana, lalu ia mengambil beberapa buah, mengupas dan memotong-motongnya, menaruhya di piring dan melengkapinya dengan garpu. Piring itu ia taruh diatas meja di depan Nathan, yang langsung bangun dan mengambil garpu untuk memasukkan potongan buah ke mulutnya lagi. “Aduh bisa gendut aku kalo begini terus”, katanya sambil dengan lahap menyantap potongan buahnya. Nadia tersenyum lalu tiba-tiba ia teringat pada wanita yang bernama Lidya. “Siapa Lidya?”, ujarnya yang membuat kaget Nathan. Nathan menaruh garpunya lalu menjawab dengan jujur, “Lidya adalah masa laluku. Aku dulu pernah tergila-gila sama dia sampai aku melupakan segalanya. Dia selalu membuatku melalaikan pekerjaanku, menguras semua tabunganku bahkan dia hampir saja membuatku bangkrut. Dia hampir menjual rahasia hotelku kepada hotel lain, tapi untungnya management hotel itu teman baikku dan ia yang membuka mataku mengenai kelicikan Lidya. Andreas adalah temanku dan sekertarisku yang setia dan dia juga yang selalu mengingatkanku bahwa masih ada karyawan yang percaya aku bisa bangkit, disaat aku hampir terpuruk karena banyak karyawan yang memutuskan untuk berpindah ke Hotel lain. Lalu eyang kamu dan eyangku, mereka berdua adalah penyemangatku dan juga penyandang dana terbesarku untuk bangkit. Aku menjual rumah lamaku untuk menutupi kerugianku karena ulah Lidya, Lidya sering mengambil uang Hotel dengan membuat Note atas namaku, sehingga aku harus melunasinya. Aku bisa menuntutnya karena aku punya bukti dia memalsukan tandatanganku, ada rekaman CCTV yang memperlihatkan dia mencuri data di komputerku dan rekaman suara yang memperdengarkan dia menjual rahasia hotelku kepada orang lain”, ujar Nathan panjang lebar. Nathan berhenti sejenak melihat reaksi Nadia, dan Nadia dengan isyarat tangannya ia menyuruh Nathan meneruskan ceritanya. “Hampir saja ia menyelakaiku dengan memberikan minuman yang dicampur obat perangsang kalau saja Andreas tidak datang menyelamatkanku, mungkin hari ini aku masih terjerat oleh perangkapnya. Dia hamil oleh pria lain dan ia butuh korban untuk menutupi aibnya. Andreas menyelidiki Lidya sejak pertama ia mengenalnya karena teman Andreas mengenali Lidya yang telah menghancurkan bisnis temannya. Waktu itu kamu lihat sendiri bagaimana Andreas menentang Lidya, karena ia tau borok Lidya. Karena Lidya tidak bisa memperdayaku, dia meninggalkanku  dan mencuri data perusahaanku yang hampir membuatku bangkrut dan terakhir aku dengar kabarnya dia mengaborsi anaknya di Luar Negeri”, ujar Nathan lagi. “Kamu tenang saja, dia tidak akan mengangguku ataupun kita sekarang, pengacaraku sudah memberikan peringatan padanya untuk tidak mendekatiku ataupun semua keluargaku bahkan Hotel Zeus dan rumah ini, karena kalau dia sampai melakukannya lagi, kami akan menuntutnya dengan kasus pencurian data itu. Aku pernah menyuruh pengacaraku untuk menuntutnya dulu tapi ibunya yang sudah renta datang menemuiku dan memohon agar aku tidak memenjarakan anaknya. Begitulah seorang ibu, walaupun ia tau anaknya bersalah, ia akan selalu membelanya walaupun aku dengar Lidya juga selalu kasar pada ibunya. Begitulah masa laluku, dan sekarang kamulah masa depanku”, Nathan mengakhiri ceritanya. Nadia tersenyum dan mengangguk, ia kemudian mendekati Nathan dan memeluknya erat. “Aku percaya padamu, apapun yang terjadi”, bisiknya. Nathan tersenyum dan ia mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Nadia. Mereka berdua berciuman dengan mesra sekali dan mereka kini menjadi pasangan yang sebenarnya. Akhirnya keduanya memutuskan untuk selalu bersama dikarenakan mereka memang telah mulai saling mencintai.
Esoknya Nadia dengan diantarkan Nathan berangkat menuju kantornya. Sebelum ia keluar mobil, Nathan mencium kening Nadia, “Nanti sore aku jemput ya” dan Nadia mengangguk. Kemudian saat mobil Nathan meninggalkan lobby, Lila yang baru datang mendekatinya lalu memeluk Nadia. “Turut berduka cita ya neng. Maaf ya aku tidak bisa ke Bali, soalnya engga bisa ninggalin kerjaanku kemaren dan biasa, lagi tanggung bulan juga”, ujarnya polos. “Engga apa kok, doanya uda cukup” katanya sambil tetap memeluk Lila masuk menuju ke ruangan kerjanya. Sesampainya di ruangan kerja, pak Putra dan yang lainnya menyalami Nadia mengucapkan turut berduka cita. Noni juga memeluk Nadia erat dan mengucapkan penyesalan tidak dapat mendampingi Nadia. Nadia berterima kasih pada semuanya. Tak lama datang pak Henry Wijaya, bos besar di kantor Nadia masuk ke ruangannya. “Nadia, saya turut berduka cita ya atas meninggalnya pak Kuncoro. Maaf saya tidak datang karena saya sedang tugas di Ausi kemaren itu baru pulang minggu sore kemaren”, ujarnya sambil menyalami Nadia. “Terima kasih banyak pak, terima kasih untuk doa dan rangkaian bunganya, indah sekali dan kami membawanya ke makam eyang karena rangkaian bunganya indah dan awet sekali”, kata Nadia tulus. “Mungkin agak gimana ya, tapi saya juga mengucapkan selamat atas pernikahanmu dengan Michael. Dia rekan bisnis yang paling hebat, karena masih muda tetapi mau dan mampu bekerja keras dan bisa bangkit dari keterpurukannya. Kamu pasti sudah tau ceritanya, suamimu benar-benar hebat”, puji pak Henry Wijaya. “Terima kasih pak, saya amat bersyukur Tuhan memberikan saya yang terbaik”, ujar Nadia dengan bangga. Teman-temannya saling memandang karena mereka tidak tau kalau Nadia sudah menikah. Pak Putra tersenyum karena rupanya dia telah tau ceritanya dari pak Henry Wijaya. Kemudian pak Henry Wijaya pergi meninggalkan mereka semua menuju ruang kerjanya. “Selamat ya Nad, ternyata itu toh kenapa ada di sana waktu itu”, ujar pak Putra penuh rahasia dan tersenyum menggoda. “Terima kasih pak. Sepertinya uda tau ya pak?”, ujar Nadia malu-malu. Lila dan Noni memeluk sahabatnya lagi, “Curang ya, menikah engga kasih tau kita”, omel Lila. Teman-teman lainnya memberikan selamat kepada Nadia. “Siapa suamimu?”, tanya Noni penasaran. “Kalian kenal kok sama suamiku”, ujar Nadia penuh misteri. “Kenal? La kamu aja belum pernah mengenalkan kok. Yang tadi mengantarkan kamu kan? Tapi kok aku mengenali mobilnya tapi lupa dimana ya?”, ujar Lila juga penasaran. Nadia tersenyum penuh arti lalu menuju ke meja kerjanya. Kemudian sebentar saja ia telah sibuk membereskan pekerjaannya.
Seminggu sudah Nadia diantar jemput oleh Nathan tetapi teman-temannya belum ada yang berkesempatan bertemu Nathan. Mereka masih belum menyadari kalau Michael dan Nathan adalah orang yang sama karena namanya berbeda. Keluarga dan Rekan bisnis semua memanggilnya dengan nama Michael sedangkan sejawat dan karyawannya memanggilnya dengan nama Nathan. Nadia sudah menceritakan tentang bagaimana penasarannya Lila dan Noni kedua sahabatnya untuk bertemu dengan Michael dan Nathan memberikan ide agar hari libur ini untuk mengundang kedua sahabatnya main ke rumah dan Nadia menyetujuinya. Undangan itu begitu disambut gembira kedua sahabatnya bahkan sampai Wahyu dan Deni mereka ajak untuk bertemu dengan Michael. Hari yang dinantikan tiba, sabtu pagi Lila, Noni, Wahyu dan Deni berkumpul di Kafe sebelum mengendari mobil Wahyu menuju rumah baru Nadia. Nadia telah memberitahukan alamat rumahnya yang baru pada mereka. Tak sulit mencari rumah Nadia karena hampir semua orang komplek mengenal Michael karena pria itu selalu bergaul dengan lingkungannya. Sesampainya didepan rumah, mereka berempat dibukakan pintu oleh Nathan. Keempatnya kaget melihat Nathan ada di rumah itu. “Kok ada pak Nathan? Kita engga salah alamat kan?”, seru Lila dan Noni bersamaan. Nathan tersenyum lalu mempersilakan mereka masuk. Mereka berempat memasuki rumah Nathan dan Nadia dengan rasa kaget dan penasaran. Lalu muncul wajah yang amat mereka kenal, Nadia yang memakai gaun santainya dengan cantik. “Gimana? Engga nyasar kan nyampe sini? Gampang kan?”, tanyanya menyerocos setelah melihat keempatnya. Kemudian Nathan berdiri di belakang Nadia lalu memeluk pinggang Nadia mesra. “Loh kok?”, semakin penasaran keempat sahabat Nadia, sementara Nadia dan Nathan hanya tersenyum. “Teman-temanku yang baik, ini Michael, suami aku. Namanya Michael Nathan Utama. Jadi aku adalah nyonya Michael Nathan Utama sekarang”, ujar Nadia menjelaskan. “Hah?? What?? Jadi sejak pameran itu kalian uda bersama??”, ujar Lila dan Noni serempak. “Hahahaha, maaf ya engga cerita soalnya nyonya ini engga mau ngasih tau dulu, masalahnya nyonya ini masih engga mau bersamaku. Kami belum bisa membuat pesta karena nyonya ini masih berkabung. Jadi nanti saat pesta pernikahan kami, kami mohon banget kalian berempat menjadi panitianya”, ujar Nathan tertawa. “Harus, aku harus jadi panitia, kalau engga, nyonyamu itu bakalan aku gundulin”, ujar Lila judes tetapi ia tersenyum senang. Lila dan Noni memeluk Nadia bersamaan. Noni lalu mengitiki pinggang Nadia dan berbisik, “Kenapa engga ngasih tau si kalau dia itu tunanganmu? Aku kan jadi malu pernah cerita naksir dia”. “Ya maaf non. Abis aku juga baru taunya pas masuk rumah sakit. Tau engga soal butterfly itu, ini orang kurang kerjaan, pulang pergi Malaysia hanya buat beli butterfly itu. Sekarang jadi property deh, padahal kalau tau, aku bawa kabur pulang”, ujar Nadia sedikit sewot. “Hah? Wow hebat bro”, puji Wahyu dan Deni berbarengan sambil mengajukan jempol mereka. “Maklum, bro. Masa PDKT, apapun dilakukan”, ujar Nathan sambil tersenyum. Nadia lalu mencubit pinggangnya dan Nathan menjerit pelan kesakitan. Tak lama datang pelayan yang membawakan mereka minum dan snack. Akhirnya mereka semua tenggelam dalam keakraban tulus para sahabat. Kaum wanita mengelilingi rumah dan kaum pria sibuk bermain PS 2, tentu saja bermain game bola. Hari itu diakhiri dengan senyum bahagia semua orang yang hadir, kecuali pelayan rumah yang harus bekerja keras membereskan sisa-sisa pesta kecil tuannya.
Dua bulan kemudian, Nadia dan Nathan telah menentukan kapan pesta pernikahan mereka akan dilangsungkan. Mereka akan melangsungkan pesta diakhir bulan di Hotel Zeus. Tentu saja yang sibuk mempersiapkan adalah sahabat-sahabat mereka, bahkan Andreas dan Rika bersikeras membantu pesta pernikahan keduanya. Nadia dan Nathan sangat berbahagia dikarenakan mereka dikelilingi oleh sahabat-sahabat yang tulus menyayangi mereka. Hari H itu tiba, banyak hadirin yang datang mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Mereka amat mengagumi pengantin karena mereka berdua memang serasi sekali. Keluarga Nadia dan Nathan semuanya hadir dalam pesta itu. Mami dan Papi Nadia sangat bangga karena menantu mereka adalah orang baik dan memang yang terbaik untuk putri tunggal mereka. Konsep pernikahan Nadia dan Nathan adalah keluarga sehingga mereka tidak duduk disinggasana tetapi mengelilingi tamu-tamu mereka dan bercengkrama akrab dengan tamu-tamu mereka, itu lah yang membuat pesta mereka menjadi makin meriah. Setelah waktu yang cukup lama, satu persatu hadirin meninggalkan tempat pesta. Tinggal keluarga dan sahabat-sahabat yang menjadi panitia yang masih tinggal. Mereka bercengkrama bersama pengantin dengan semakin leluasa. Saat Nadia sedang bercanda gurau dengan Lila, tiba-tiba ia merasakan perutnya sakit sekali, Lila panic melihat sahabatnya tiba-tiba sakit memegangi perutnya. Lila menjerit memanggil Nathan yang berlari menuju istrinya dan membopongnya saat tiba-tiba Nadia pingsan. Makin panic semua orang yang hadir. Segera saja Nathan dan sahabat-sahabat Nadia membawanya ke rumah sakit terdekat. Semua berharap cemas menunggu Nadia yang sedang diperiksa oleh dokter jaga di ruang gawat darurat. Tak lama terlihat dokter wanita datang memasuki ruangan tempat Nadia diperiksa. Nathan makin cemas melihatnya begitu juga kedua orang tuanya dan kedua orang tua Nadia serta sahabat-sahabatnya, Lila, Andreas, Noni, Wahyu, Deni dan Rika yang mengantar. Tak lama dokter wanita itu keluar dari ruangan dengan tersenyum kepada mereka semua yang menunggu dengan cemas. “Siapa suaminya?”, ujar dokter itu. Nathan mendekat, “Saya suaminya dok. Ada apa dengan istri saya dok? Dia engga apa kan? Apa dia kecapean  ya? Soalnya pesta ini baru kami adakan setelah kami menikah 2 bulan dok, makanya mungkin dia memaksakan dirinya”, ujar Nathan cemas. “Oh pantesan. Selamat ya pak, jaga istri bapak baik-baik. Dia sedang hamil 4  minggu. Masuklah, istri anda ingin bertemu tetapi satu-satu ya, karena ia perlu istirahat untuk ibu dan janinnya”, ujar dokter itu sambil menyalami tangan Nathan. Muka Nathan langsung berubah gembira, begitu juga dengan keluarga dan sahabat yang datang. Mereka berteriak memanjatkan Syukur kepada Tuhan dan memberikan selamat kepada Nathan. Nathan lalu memasuki ruangan tempat Nadia dirawat dan ia melihat istrinya itu tersenyum melihat kehadirannya. “Oh sayang, harusnya kamu beritahukan aku biar engga jadi gini keadaannya. Akh anakku, cepat lah tumbuh agar aku bisa melihatmu”, ujar Nathan memeluk Nadia dan berbisik diperut Nadia. Nadia tersenyum, akhirnya kebahagian menjadi milik mereka berdua dan mereka berharap menjadi keluarga yang bahagia sampai akhir hayat memisahkan mereka.
The end

0 komentar:

Posting Komentar